Siaran Pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Agraria
Pernyataan Sofyan Djalil yang memberikan kelonggaran para pengusaha untuk memperpanjang HGU dengan alasan covid-19 menambah daftar tindakan manipulatif pemerintah menjadikan Covid-19 sebagai dalih melayani kepentingan oligarki.
Sofyan Djalil tentu bukannya tidak tahu bahwa pada sebagian besar perusahaan pemegang HGU dan HGB berkonflik dengan masyarakat lokal maupun masyarakat adat. Berakhirnya jangka waktu HGU ataupun HGB seharusnya menjadi momentum evaluasi menyeluruh terhadap keputusan maupun izin, seperti tumpang tindih perizinan perkebunan dengan kawasan hutan, perizinan yang dikeluarkan di wilayah milik ataupun kelola masyarakat, penelantaran lahan yang sudah berizin, penguasaan lahan hingga di luar wilayah konsesi, ganti rugi lahan maupun tanaman yang tidak diselesaikan, kewajiban pembangunan plasma yang tidak dijalankan dan lain sebagainya. Dengan demikian konflik lahan menjadi mungkin dapat diselesaikan.
Pertama, HGU dan HGB menurut ketentuannya memang ada di atas tanah negara dan ketika hak itu berakhir tanah tersebut kembali menjadi tanah negara sebagaimana dimuat di dalam UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 dan PP No. 40 tahun 1996 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai Atas Tanah. Dalam hal ini Sofyan Djalil telah salah berfikir dan bertindak dengan memperlakukan tanah negara bekas HGU dan HGB layaknya milik sendiri sehingga tindakannya tidak menampakkan pertimbangan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hal ini menyimpangi kewenangan menguasai negara dan inkonstitusional.
Kedua, kebijakan Sofyan Djalil menutup peluang masyarakat yang ingin memanfaatkan lahan untuk tanaman pangan di masa pandemik. Sofyan sama sekali tidak peka terhadap situasi covid 19, dimana masyarakat butuh makan dan pangan. Pemerintah justru melindungi pengusaha, yang dipikirkan hanya keuntungan pengusaha sebesar-besarnya.
Ketiga, pemerintah sama sekali mengabaikan amanat UU Pokok Agraria dan TAP MPR No. IX/2001 ttg Pembaruan agraria dan pengelolaan SDA untuk melakukan reforma agraria. Sebaliknya, pemerintah justru melanggengkan penguasaan lahan skala luas untuk kepentingan para pengusaha yg membuat makin melebarnya jurang ketimpangan penguasaan lahan.
Keempat, ucapan Sofyan itu tak hanya melanggengkan konflik agraria, tp juga memicu konflik sosial baru di atas lahan-lahan HGU dan HGB yang sudah digarap petani.
Kebijakan ini sekali lagi menunjukkan pemerintah mengingkari Pancasila, tujuan negara sebagaimana Pembukaan UUD 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum, dan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 bahwa bumi, air, dan seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Koalisi meminta Sofyan Djalil untuk menarik kembali kebijakannya dan segera membagikan tanah-tanah bekas HGU dan HGB kepada masyarakat untuk digarap dan ditanami tanaman pangan.
Jakarta, 18 April 2020
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Agraria
YLBHI, ICEL, FNKSDA, KRUHA, AURIGA, JATAM, Paguyuban Petani Jawa Timur (Papanjati)
CP.
Era Purnama Sari
Siti Rakhma Mary