Siaran Pers
Menyikapi Laporan Kinerja Presiden Joko Widodo di sidang tahunan MPR RI
YLBHI Tolak Laporan Kinerja Presiden Jokowi: Rezim Joko Widodo Pengkhianat Reformasi, Perusak Demokrasi dan Negara hukum.
Menjelang 79 tahun republik indonesia merdeka, YLBHI menyerukan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk menolak laporan kinerja Presiden Joko Widodo. YLBHI menilai 10 tahun kepemimpinan Joko Widodo gagal mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Rezim Pemerintahan Jokowi justru melakukan pengkhianatan cita-cita reformasi, merusak demokrasi, dan negara hukum melalui berbagai kebijakan yang diambil.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, hari ini 16 Agustus 2024, menjelang satu hari perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia, Presiden Joko Widodo memberikan pidato kenegaraan tahunan dimuka MPR RI dan DPR RI. YLBHI mencatat, momentum pidato laporan pertanggungjawaban Presiden tahun ini juga tidak jauh dari tahun-tahun sebelumnya syarat akan narasi manipulatif yang tidak sesuai dengan realita sehari-hari yang dihadapi oleh rakyat. Nawacita yang menjadi janji kampanye Presiden Jokowi terbukti tak lebih hanya menjadi pepesan kosong dan kebohongan, deretan janji tanpa bukti.
Di penghujung kepemimpinannya, potret negara hukum demokratis yang merupakan prinsip bernegara sebagaimana ditegaskan pasal 1 ayat (2) dan (3) UUD 1945 telah “nyaris sempurna” dihancurkan oleh rupa kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang otoriter, oligarkis, represif, keluar jauh dari prinsip demokrasi dan negara hukum serta mengabaikan pemenuhan HAM warga negara setidaknya selama 10 tahun memimpin.
Cita-cita reformasi yang dirumuskan dalam beberapa ketetapan MPR dengan pokok-pokok pikiran seperti demokrasi ekonomi, penyelenggaraan negara bebas KKN, penghapusan dwi fungsi ABRI, pembaruan agraria dan hak asasi manusia telah tereduksi secara masif oleh praktik kenegaraan yang serampangan selama kepemimpinan Joko Widodo. Masih tercatat dalam memori kolektif rakyat bagaimana rezim kepemimpinan Joko Widodo secara aktif melakukan pembajakan legislasi dengan mengesahkan aturan perundang-undangan yang otoriter dan kontra produktif dengan kebutuhan dan kehendak rakyat seperti pengesahan UU Cipta Kerja, UU KPK, UU Minerba, KUHP, UU MK, UU IKN, Kepres tentang Tim Penyelesaian Non Yudisial kasus Pelanggaran HAM Berat masa lalu dan peraturan perundangan lainnya tanpa dilandasi dengan perencanaan yang demokratis dan mengabaikan partisipasi publik secara bermakna yang pada ujungnya berdampak pada terlanggarnya hak-hak rakyat atau keadilan dan kesejahteraan.
Selain itu, praktik culas yang merusak demokrasi terjadi dengan pola-pola bagaimana Presiden Joko Widodo melemahkan dan menguasai lembaga-lembaga negara yang seharusnya menghidupkan cita-cita reformasi untuk menegakkan demokrasi, konstitusi dan hak asasi manusia. Hal ini terlihat ketika Jokowi melemahkan KPK dengan revisi UU KPK dan memilih para pimpinan KPK bermasalah yang berujung pada bobroknya kualitas lembaga anti rasuah dan menjamurnya praktek korupsi kolusi dan nepotisme. Tak hanya itu, Mahkamah Konstitusi yang diketuai oleh Anwar Usman (adik ipar Jokowi) meloloskan Gibran Rakabuming Raka (anak sulung Jokowi) menjadi Calon Wakil Presiden dalam skandal putusan MK tentang batas usia Cawapres. Termasuk membiarkan UU Cipta Kerja maupun berbagai UU bermasalah yang inkonstitusional tetap berlaku. Potret ini menyajikan bagaimana MK tak lebih dari alat kekuasaan yang melanggengkan praktik politik dinasti keluarga dan kepentingan kekuasaan. Bukan hanya itu, Jokowi juga melakukan politisasi dan membiarkan TNI dan Polri kembali mempraktikkan dwi fungsi ABRI yang mengakibatkan alat negara yang diharapkan profesional dan demokratis untuk melindungi rakyat justru kini menjadi alat kekuasan dan modal.
Politik Dinasti merupakan satu diantara banyak wajah kelam 10 tahun kepemimpinan Joko Widodo diantara banyak tindakan-tindakan yang menghancurkan prinsip negara hukum dan demokrasi diantaranya masifnya perampasan ruang hidup rakyat, terus menyempitnya ruang kebebasan sipil dan maraknya kriminalisasi terhadap rakyat yang kontra terhadap kepentingan rezim.
Tanpa ada rasa penyesalan akan deretan dosa serta pengkhianatan terhadap mandat konstitusi dan negara hukum sebagaimana dijelaskan diatas, hari ini, pada 16 Agustus 2024 Presiden Joko Widodo mempresentasikan laporan pertanggung jawaban di muka MPR dan DPR RI yang pada akhirnya hanyalah formalitas belaka yang pada realitanya jauh dari apa yang diharapkan rakyat. Keadilan Sosial!
Beberapa catatan diatas menunjukkan bahwa Presiden Joko Widodo telah berkhianat terhadap konstitusi, cita-cita reformasi dan kehendak rakyat yang berdaulat. Menjelang 79 tahun republik indonesia merdeka, maka dengan ini, YLBHI menyerukan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk menolak laporan kinerja kenegaraan dan mencatat bahwa 10 tahun rezim kepemimpinan Presiden Joko Widodo gagal menjalankan mandat rakyat serta justru tak lebih sebagai rezim yang menindas rakyat, mengkhianati cita-cita reformasi, perusak demokrasi dan negara hukum
Jakarta, 16 Agustus 2024
Hormat kami,
Pengurus YLBHI