YLBHI Mengirimkan Amicus Curiae atas Gugatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ke PTUN Jakarta

YLBHI Mengirimkan Amicus Curiae atas Gugatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ke PTUN Jakarta

Siaran Pers
YLBHI Mengirimkan Amicus Curiae atas Gugatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ke PTUN Jakarta

 

“YLBHI Mendesak PTUN Mengabulkan Gugatan Masyarakat Adat, dan Mendesak Pemerintah dan DPR Serius menjamin penghormatan dan perlindungan Masyarakat Adat serta mengesahkan RUU Masyarakat Hukum Adat”

(Jakarta, 13/5), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengajukan Amicus Curiae (pendapat sahabat peradilan) kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dalam Perkara Nomor 542/G/TF/2023/PTUN-JKT antara Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dkk. selaku Penggugat melawan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan Presiden Republik Indonesia selaku Tergugat. 

YLBHI menilai bahwa gugatan ini sebagai upaya masyarakat adat untuk mencari keadilan, memperjuangkan hak-hak secara kolektif, serta menjaga ekosistem dan lingkungan hidup. Ruang hidup Masyarakat Adat kian menyempit karena tergerus oleh kegiatan-kegiatan ekstraktif maupun kebijakan negara atas nama pembangunan. Praktik pengusiran terhadap komunitas Masyarakat Adat juga disertai dengan tindakan kekerasan dan kriminalisasi. 

Berdasarkan catatan LBH-YLBHI, penyebab masalah di atas adalah ketiadaan undang-undang yang memadai untuk melindungi Masyarakat Adat. Selama kurang lebih 10 tahun Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat (RUU MA) mengendap di Dewan Perwakilan Rakyat RI, meski beberapa kali sudah masuk Prolegnas namun hingga saat ini tidak kunjung disahkan. Sebaliknya, UU Minerba dan UU Cipta Kerja dibahas dan disahkan begitu cepat. Dua UU ini justru mengancam ruang hidup masyarakat hukum adat.

Setidaknya, ada 3 alasan mengapa DPR RI dan Presiden RI perlu segera mengesahkan RUU MA:

 

1. Perintah Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 beserta Putusan Mahkamah Konstitusi

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”

Kewajiban di atas juga telah diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010 bertanggal 16 Juni 2011 dan Nomor 35/PUU-X/2012 tertanggal 16 Mei 2013.

Karenanya, demi menjamin kepastian hukum yang berkeadilan, DPR RI sebagai fungsi legislasi dan Presiden RI wajib membuat undang-undang untuk melindungi kesatuan masyarakat adat beserta wilayah dan hak-hak tradisionalnya.

 

2. DPR RI dan Presiden RI melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)

Pelanggaran HAM by omission terjadi ketika negara lalai atau melakukan pembiaran terhadap pelbagai ancaman dan serangan yang dialami oleh warga negara, seperti jaminan hak atas rasa aman dan hak hidup.

Bahwa secara faktual terjadinya banyak peristiwa penggusuran dan kekerasan terhadap masyarakat adat, akibat kegagalan negara dalam melindungi masyarakat adat sebagai subyek hukum (by omission). Salah satunya adalah tidak segera mengambil langkah-langkah legislasi berupa pengesahan RUU MA yang kurang lebih 10 tahun mengendap di DPR RI.

 

3. DPR RI bersama Presiden RI melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB)

Secara faktual, banyaknya pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat disebabkan tidak adanya perlindungan hukum yang memadai berupa UU Perlindungan Masyarakat Adat. Ketiadaan UU tersebut juga menimbulkan perbedaan perlakuan bagi individu masyarakat adat khususnya dalam mengakses layanan dasar. Bahwa berdasarkan data dari AMAN, jumlah masyarakat adat sampai pada tahun 2022 diperkirakan mencapai 20 juta jiwa. 

Karenanya, tindakan abai dari DPR RI dan Presiden RI mengesahkan RUU MA telah melanggar asas kepastian hukum, asas kemanfaatan, asas pelayanan yang baik, dan asas tertib penyelenggaraan negara. 

Berdasarkan pertimbangan di atas, YLBHI mendesak Majelis Hakim yang mengadili perkara Nomor 542/G/TF/2023/PTUN-JKT:

1.⁠ ⁠Untuk mempertimbangkan aspek keselamatan rakyat/masyarakat adat dan lingkungan dari ancaman penggusuran, pengusiran paksa, kekerasan, dan kriminalisasi.

2.⁠ ⁠Memastikan penegakan prinsip-prinsip negara hukum (rule of law) dengan menjamin pelaksanaan asas kepastian hukum yang adil khususnya bagi masyarakat adat.

3.⁠ ⁠Memastikan adanya jaminan perlindungan, penghormatan dan pemenuhan hak asasi manusia berupa hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat, hak atas partisipasi dalam pembangunan, hak untuk menentukan nasib sendiri (right to self determination) dan hak atas tanah dan sumber daya alam (right to land and natural resources) yang dijamin oleh UUD 1945 dan Undang-Undang.

4.⁠ ⁠Menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat/masyarakat adat, berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

5.⁠ ⁠Mengabulkan gugatan Para Penggugat dalam perkara Nomor 542/G/TF/2023/PTUN-JKT.

 

Jakarta, 13 Mei 2024

Hormat kami,

 

Pengurus YLBHI

 

Contact Person : ‪Edy K Wahid

 

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *