Tujuh guru sertifikasi di Kota Padang mengadukan nasib mereka ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, lantaran dimutasi Dinas Pendidikan gara-gara berunjuk rasa mempertanyakan keganjilan pembayaran dana sertifikasi untuk tunjangan profesi guru (TPG). Setelah dimutasi, mereka tidak diberikan jam mengajar di sekolah tempat mereka dimutasikan. Para guru ini meminta Disdik mengembalikan mereka ke sekolah asal dan meminta tunjangannya. “Rata-rata guru yang mengadu ini guru senior. Yang paling muda saja sudah me ngajar 15 tahun, dan yang paling lama sudah mengajar 35 tahun,” kata Asrul Aziz Sigalingging, kuasa hukum para guru dari Divisi Penanganan Kasus LBH Padang kepada wartawan, kemarin. Asrul Aziz menceritakan, guru-guru ini dimutasi karena mendemo Dinas Pendidikan terkait belum diterimanya TPG triwulan 2 tahun 2012 pada 29 November 2012 lalu. Sementara pada triwulan I, sekitar 300 guru-guru yang demo itu mengaku menerima TPG. Ketujuh guru ini mewakili ratusan guru-guru yang lain bertemu dengan Kepala Dinas Pendidikan Indang Dewata. Dalam pertemuan itu, Indang menegaskan pemberian TPG triwulan 2 tidak bisa lagi dibayarkan dengan alasan Permendiknas No 30/2011 tentang Beban Kerja Guru tidak berlaku lagi karena pengembangan diri tidak diakui lagi. Kala itu, Indang berjanji tidak akan memberi sanksi kepada guru-guru yang berdemo tersebut. “Kenyataannya? Baru sehari pascademo, muncul perintah mutasi terhadap ketujuh guru tersebut,” ucapnya. LBH menilai ketujuh guru yang dimutasi itu tidak satu pun melanggar aturan disiplin kepegawaian atau dipanggil oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 15 PP No 52/2010 tentang Disiplin PNS. “Bahkan satu dari tujuh orang guru yang dimutasi, pangkatnya diturunkan dari Golongan IVA menjadi IIID,” terang Asrul. Akibat dimutasi, ketujuh guru itu tak mendapatkan jam belajar dan dinolkan (ditiadakan) jam tatap muka. “Pemko dan Dinas Pendidikan telah melanggar hak asasi guru untuk mendapatkan perlakuan adil dan layak dalam hubungan kerja, berhak untuk bekerja, serta mendapat imbalan dan perlakuan adil. Ini mengakibatkan hilangnya hak guru mendapatkan kesempatan mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, hak meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia,” terangnya. Ketujuh guru ini dimutasi menjelang pelaksanaan ujian nasional (UN) tahun 2013. Ini berdampak pada nilai siswa yang diajarkan ketujuh guru tersebut. “Di sekolah baru ini, kami hanya menjadi guru piket. Kami tidak bisa mengajar seperti biasa. Kami hanya menjadi guru piket. Bahkan waktu pertama kali dimutasi, sekolah terpaksa menggantikan posisi kami dengan guru honor,” papar Aziz menirukan kata para guru. Menanggapi itu, Kepala Disdik Padang Indang Dewata menegaskan, keputusan mutasi adalah wewenang penuh wali kota Padang. “Itu (mutasi, red) haknya Wali kota, sebagai PNS kita harus loyal pada atasan,” kata Indang. Indang mengatakan, apa yang dilakukan para guru itu adalah aksi demonstrasi. “Demo itu apakah ada minta izin dan lapor polisi. Mereka para guru jumlahnya hampir seratusan orang datang ke Dinas Pendidikan dan membawa spanduk, memakai mikrofon sambil berteriak meminta pengembalian uang TPG mereka dan meminta bertemu dengan kepala Dinas Pendidikan. Tapi kenyataannya mereka tidak ada lapor ke polisi,” ujarnya. Terkait pernyataan Indang tidak akan memberi sanksi bagi para guru yang demo itu, Indang membenarkannya. “Saya waktu itu mengatakan tidak ada sanksi, keputusan semua ada di tangan wali kota. Jangankan guru, saya sendiri juga bisa diberhentikan oleh wali kota,” paparnya. Terkait nasib ketujuh guru itu tidak mendapatkan jam mengajar di sekolah baru, Indang menyebut hal tersebut juga dialami banyak guru lainnya. Padang memiliki 9.300 orang guru. Guru SMP dan SMA berlebih hampir 800 orang. Terkait laporan para guru ini ke LBH, Indang tak ambil pusing. “Kalau mereka ribut seperti ini juga, kita serahkan saja ke inspektorat untuk menindaklanjuti,” tegas Indang.
Sumber : padangekspress.com