LBH-YLBHI adalah salah satu lembaga yang paling awal mendampingi tersangka penodaan agama setelah reformasi. Dimulai dengan kasus Yusman Roy dalam shalat dua bahasa dan YKNC yang keduanya terjadi di Jawa Timur serta didampingi LBH Surabaya, kemudian berlanjut dengan kasus Eden yang didampingi LBH Jakarta. Setelah itu kasus-kasus penodaan agama seolah tak terbendung, baik mengenai banyaknya orang yang dijadikan tersangka maupun putusan pengadilan yang hampir 100% menghukum terdakwa. Dalam catatan LBH-YLBHI setidaknya hanya Rahman Eden dan seorang pendeta perempuan di Jawa Barat yang dibebaskan pengadilan. Itupun Rahman Eden diputus bersalah lebih tinggi setahun daripada pimpinan Eden di Mahkamah Agung. Lebih tragis lagi UU 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana mengatur putusan bebas tidak dapat dikasasi.
Pasal penodaan agama sudah berkali-kali dibawa ke Mahkamah Konstitusi dan gagal berkali-kali pula. Dalam persidangan pertama hanya satu orang ahli dari banyak ahli yang didatangkan berpendapat pasal ini perlu diubah meskipun titik berangkatnya berbeda-beda. Sebagian ahli berpendapat perumusan norma tidak baik dan sebagian lainnya lebih substantif yaitu pengaturan penodaan agama sendiri tidak sesuai dengan HAM. Sayangnya pasca ditolaknya permohonan pengujian materil UU 1/PNPS/1965, tidak ada tindak lanjut baik dari DPR maupun Peme-
rintah untuk setidaknya merevisi pasal penodaan agama.
Tampaknya konteks politik Indonesia masih membuat siapapun yang ingin mengutak-atik pasal penodaan agama akan mendapat beban yang sangat berat. Dan karena ini pula korban terus berjatuhan seperti yang akan ditunjukkan oleh laporan penodaan agama dari Januari hingga Mei 2020 ini.
Asfinawati
Ketua Umum YLBHI