Anotasi:
Terdapat 3 RUU Sektor Keamanan yang dikritisi dalam buku ini. Diantaranya, (1) RUU Peradilan Militer, (2) RUU Rahasia Negara, dan (3) RUU KUHP.
RUU Rahasia Negara adalah RUU yang baru sama sekali. Sedang, 2 lainnya adalah perubahan atas UU sebelumnya. Beberapa diantaranya memang dicanangkan membawa substansi perubahan yang lebih baik, namun banyak pula diantaranya yang masuk dalam ruang rentan.
Pembahasan ketiga RUU ini sudah muncul sejak tahun 1990-an. Namun, hingga kini tak jua mencapai titik terang – kesepakatan. Ketiga RUU di sektor kemananan tersebut sangat rentan akan sempitnya ruang partisipasi masyarakat. Sebab, ketiga RUU itu sangat berkaitan erat dengan kelompok yang kuat secara ekonomi atau politik. Sempitnya ruang partisipasi masyarakat sama artinya membawa prinsip demokrasi kita ke era kegelapan, dimana tranparansi dan akuntabilitas tidak menjadi prioritas.
RUU Peradilan Militer
Reformasi MA yang beranjak dari sistem dua atap menjadi satu atap ternyata tidak menyentuh Peradilan Militer. Peradilan militer sebagai kekuasaan yudikatif tidak lahir semerta-merta bersamaan dengan kelahiran TNI. Melainkan muncul pada tahun era Presiden Soekarno 1954 yang ditetapkan melalui UU No.7/1946 – yang diubah dengan UU No. 5/1950 tentang Pengadilan Tentara. Pada awalnya, sistem peradilan militer ini merupakan bagian dari institusi tentara, bukan bagian dari kekuasaan kehakiman atau yudikatif. Keberadaan sistem peradilan militer dalam kekuasaan kehakiman tentu bertentangan dalam banyak aspek. Misalnya menyoal kemandirian dari intervensi Panglima TNI dalam lembaga MA. Nature TNI yang bersifat komando akan mereduksi imparsialitas Mahkamah Agung. Bahkan sebagian lagi memuat ketentuan yang tidak dikenal dalam sistem negara demokrasi dan supremasi hukum.
Buku ini ditulis pada tahun 2006, hingga anotasi ini ditulis pada tahun 2019, UU tentang Peradilan Militer belum berhasil untuk diubah.
RUU Rahasia Negara
Semangat yang dibawa dalam RUU Rahasia Negara ini dinilai kontradiksi dengan (pada saat itu) RUU Kebebsasaan Memperoleh Informasi Publik. Padahal “ke-eksklusifan” suatu informasi untuk diakses secara terbatas sudah dapat diakomodir dalam RUU Kebebasan Memperoleh Informasi tersebut. Buku ini memberikan prespektif anti mainstream dari prespektif pemerintah, bahwa rahasia negara seharusnya bertujuan untuk membangun sistem dan infrastruktur agar tidak disalahgunakan, bukan untuk menakuti masyarakat dengan ancaman warga negara.
Ada fakta menarik yang dibawa buku ini, penelitian UNDP menunjukkan bahwa semakin informasi publik dibatasi, semakin miskin rakyat di negara itu. Sebab, penyalahgunaan kekuasaan, termasuk penyalahgunaan alokasi anggaran negara dengan mudah terjadi karna ketertutupan informasi. Maka keterbukaan informasi dan kemampuan masyarakat memperoleh informasi berbanding lurus dengan kesejahteraan.
RUU KUHP
Dengan membaca buku ini, kita dapat mengetahui dinamika mengapa RUU KUHP yang hingga anotasi ini ditulis pada 2019, tak kunjung berhasil di perbaharui. RUU KUHP dirancang sejak 1972. Semangat RUU KUHP ini adalah kodifikasi, sehingga tidak perlu ada lagi ketentuan pidana di luar KUHP. Tentu hal ini merupakan pekerjaan panjang dan penuh perdebatan teori maupun praktis.