Marsinah: Campur Tangan Militer dan Politik Perburuhan

Anotasi :

Buku ini berisikan paparan fakta kasus pembunuhan Marsinah, mulai dari awal sampai berita terakhir pengusutan babak III. Dalam buku ini dipaparkan bagaimana kasus pembunuhan Marsinah yang diawali dengan demonstrasi buruh di PT CPS pada 3 Mei 1993, disusul PHK di Kodim 0816 Sidoarjo dua hari kemudian yang disertai pengakuan para buruh PHK. Buku ini juga menceritakan usaha penyelidikan babak pertama yang gagal karena pembebasan “kambing hitam” oleh Mahkamah Agung, beserta pengakuan para kambing hitam yang disiksa untuk mengaku sebagai pembunuh Marsinah.

Buku ini menangkap bahwa kasus Marsinah memperlihatkan nyatanya simbiosi mutualisme pengusaha dan penguasa lokal. Penguasa lokal melindungi perusahaan dengan cara menindas setiap usaha buruh dalam menuntut hak-haknya dalam unjuk rasa, sehingga alokasi dana yang seharusnya menjadi hak buruh bisa mengalir ke mereka, atau dikenal dengan “biaya siluman”. Seperti halnya PT CPS sebagai produsen jam tangan, mereka juga memproduksi jam tangan khusus untuk kepolisian dan korps marinir lengkap dengan logo, lambang, kesatuan, desain khusus, dan tentunya juga dengan harga khusus. Bahkan setelah kasus ini muncul pun buruh-buruh PT CPS tetap tidak mendapatkan perbaikan, tunjangan, dan kondisi kerja. Proses penyidikan Marsinah jelas menunjukkan kelemahan KUHAP dan juga menjadi tampilan telanjang dari sebuah politik kekerasan dalam mempertahankan kekuasaan.  Dalam konteks kekerasan penyidikan, buku ini juga menyoroti bagaimana kuatnya campur tangan kekuasaan pada lembaga peradilan. Model-model penyiksaan tersebut memperlihatkan struktur politik kekerasan, di mana korban dipojokkan pada posisi tertentu menggunakan alat-alat paksa dan siksa. Diperlukan adanya perubahan KUHAP, walaupun memang tidak cukup untuk membatasi kecenderungan penyalahgunaan kewenangan penyidik. Maka dari itu KUHAP perlu didampingi perangkat hukum lain dalam bentuk Undang-Undang. Tak hanya itu, buku ini juga memaparkan tulisan epilog Munir, yang menempatkan kasus Marsinah dalam konteks yang lebih luas, mulai dari politik perburuhan Orde Baru dan campur tangan militer di dalamnya, hingga eksploitasi buruh dalam sistem kapitalisme.

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print