Hentikan Praktik Penyiksaan

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mencatat selama tahun 2013 ada 18 kasus penyiksaan dengan jumlah korban 27 orang terjadi di Sumbar.

Pelaku kekerasan juga tidak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, di mana oknum polisi sekitar 67 persen dan sisanya oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan (LP) 33 persen.

Bentuk kekerasan yang terjadi umumnya, dalam bentuk penganiayaan, penyiksaan, penangkapan/penahanan sewenang-wenang serta pengancaman. Kasus penyiksaan bertambah dari 8 kasus tahun 2012 menjadi 9 kasus, baik pada tahap penangkapan, interogasi, saat penahanan maupun saat menjalani hukuman. Hal itu terungkap dalam diskusi memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional, di Graha Pena Padang, kemarin.

Dalam diskusi bersama LBH Padang itu hadir sejumlah instansi seperti Propam Polda Sumbar, Kanwil Kemenkumham Sumbar, PBHI Sumbar, Komnas HAM Sumbar, dan keluarga terduga korban penyiksaan.

Nurul Fajri, dari LBH Padang menjelaskan bahwa sepanjang tahun 2014, ada dua kasus dugaan penyiksaan yang ditangani LBH Padang. Salah satunya, kasus dugaan penyiksaan terhadap Oki Saputra dan Andi Mulyadi yang kini telah menjadi terdakwa dalam kasus jambret yang menewaskan Fatmiwati, guru SMP Negeri 2 Padang.

Nurul Fajri yang juga penasihat hukum kedua terdakwa menegaskan, ada diskriminasi dari kepolisian dalam penanganan kasus tersebut.

Menurutnya, Oki dan Andi ditangkap seminggu setelah kejadian tepatnya pada 6 Februari atas tuduhan penjambretan terhadap Fatmiwati. Tanggal 7 Februari, Kasat Reskrim Polresta Padang, menyatakan pelaku penjambretan berhasil ditangkap dengan cara ditembak karena berupaya melarikan diri saat penangkapan.

Berdasarkan hasil penelusuran LBH Padang, kata Fajri, apa yang disampaikan pihak kepolisian tersebut adalah pembohongan publik karena keduanya ditembak setelah ditangkap. Oki dan Andi ditangkap secara terpisah. Setelah ditangkap, selama proses pemeriksaan Oki dan Andi mengalami tindakan penyiksaan baik pukulan dan tendangan serta pentungan. “Pada malam harinya secara terpisah Oki dan Andi ditembak,” ungkapnya.

Selama mendampingi kasus tersebut, Fajri mengaku LBH mendapatkan banyak kesulitan. Di mana laporan tindakan penyiksaan terhadap Oki dan Andi yang dilaporkan LBH kepada polisi hingga kini prosesnya masih macet di Polda sumbar.

Melalui Hari Anti Penyiksaan Internasional ini, Fajri berharap, momentum ini dapat dijadikan sebagai upaya meminimalisir kasus-kasus penyiksaan yang dilakukan aparat penegak hukum di Sumbar.

“Kami ingin ada keterbukaan dari penegak hukum, khususnya Polri dalam menangani kasus-kasus dugaan penyiksaan di Sumbar,” harap Fajri.

Harapan serupa disampaikan Jefrinaldi dari PBHI Sumbar. Dia berharap agar tindakan sewenang-wenang penegak hukum berkurang, sehingga ke depan tidak ada lagi kasus-kasus penyiksaan terjadi di Sumbar.

Seperti diketahui, kasus Oki dan Andi ini telah sampai ke pengadilan. Sidangnya akan kembali digelar dengan agenda pemeriksaan saksi.

Direktur Reskrimum Polda Sumbar, Kombes Pol Anton Sasono menegaskan, bahwa siapa pun boleh saja berkesimpulan terhadap penanganan kasus Oki dan Andi yang dilakukan Polda Sumbar, namun semua itu harus didasarkan pada bukti dan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan.

“Jangan sampai, kesimpulan tersebut justru mengaburkan hukum dan membuat opini yang tidak benar di tengah masyarakat,” tegasnya.

Polisi, menurut dia, sudah bekerja sesuai prosedur dalam menangani kasus Oki dan Andi. Jika terbukti ada petugas polisi yang melakukan penyiksaan, menurutnya silakan disampaikan bukti dan fakta itu ke polisi agar bisa ditindaklanjuti. Bukan malah membuat kesimpulan dan opini yang justru membuat resah masyarakat. “Kalau LBH menduga dalam perkara ini ada rekayasa, kita tunggu saja apa hasil persidangannya,” ucapnya.

Demikian pula ketika tidak menerima hasil penyidikan yang dilakukan polisi, LBH punya hak menempuh jalur hukum melalui praperadilan. “Jangan langsung menuduh sesuatu yang belum benar dan membuat opini yang mengaburkan hukum,” ujarnya lagi.

Polisi berkomitmen menjadikan agar institusi ini lebih baik lagi ke depan. Karena itu, polisi sangat menjunjung keterbukaan. “Silakan, kalau ada yang mau ditanyakan kami membuka diri. Saya tidak ingin kita malah menuduh sesuatu yang faktanya belum tentu benar,” tuturnya.

Selama ini penyidik katanya bekerja dengan fakta dan alat bukti. “Kalau memang LBH punya alat bukti silakan sampaikan ke kami,” imbuhnya.

Anton Sasono tak menampik, jika ada oknum polisi yang nakal. Selama ini Polri sudah tegas, dan tidak tebang pilih. Polri telah menindak oknum polisi yang melakukan pelanggaran. Baik itu penindakan dari segi disiplin, juga dengan cara disidangkan di peradilan umum.

“Sejak lepas dari ABRI. Polri tunduk dengan aturan pidana umum. Kalau terbukti bersalah, selain kena hukum disiplin anggota Polri juga disidangkan di pengadilan,” tandasnya.

KUHAP telah mengatur, dalam penyidikan, penyidik tidak boleh mengedepankan pengakuan dari tersangka tapi mengedepankan pembuktian. Seseorang ditetapkan sebagai tersangka, minimal jika telah memiliki dua alat bukti.

Tidak saja untuk kasus Oki dan Andi, dalam kasus dugaan pemerkosaan siswi salah satu MTs di Kabupaten Limapuluh Kota, juga dilakukan secara profesional.

Dalam kasus ini malah diturunkan tim gabungan Polda Sumbar untuk menyelidikinya. Ada pihak-pihak yang menyebutkan dalam kasus ini pelakunya lebih dari satu orang. Namun pernyataan itu tidak dapat dipertanggung jawabkan faktanya. “Kami sudah sampaikan kalau memang ada data dan fakta pelakunya lebih satu orang, silakan sampaikan ke kami lagi, kami akan proses. Tapi saya sudah tunggu-tunggu, yang berkoar-koar di media justru sampai hari ini tidak menemui saya,” tandasnya.

Senada dengan itu, Yumardi dan Suyanto dari Propam Polda Sumbar, juga mengakui jika dalam kasus tersebut telah dibentuk tim gabungan Polda Sumbar.

“Selama ini hanya berita di luar saja yang berani berkoar-koar kalau dalam kasus itu ada lebih dari satu pelaku. Ketika kami panggil untuk kami mintai keterangan, oknum yang berkoar-koar di media itu tidak ditemui,” ulasnya.

Propam katanya proaktif dalam menindaklanjuti laporan masyarakat. “Apapun laporan yang kami terima tentang anggota kami, tetap kami selidiki. Kami tidak pernah menutup-nutupi. Kalau ada anggota yang salah kami proses,” tegasnya.

Jefrinaldi dari PBHI Sumbar juga menegaskan, bahwa masih banyak penyidik di lapangan yang dalam menangani sebuah kasus masih mengedepankan prinsip pengakuan. Sehingga tidak jarang penyidik tersebut melakukan penganiayan terhadap tersangka agar tersangka itu mengaku. Bagaimana ke depan, harapnya, bersama-sama agar praktik penyiksaan dapat diminimalisir.

Upaya meminimalisir praktik penyiksaan tersebut salah satunya telah dilakukan Kemenkumham dengan memasang sejumlah CCTV di LP. Namun, itu belum mampu menjawab sejumlah persoalan yang terjadi di LP.

Karena menurut Robi, dari Kemenkumham Sumbar, penyiksaan tidak saja dialami oleh napi, tapi juga dialami petugas sipir. “Jangan hanya menyalahkan dari satu pihak saja,” ingatnya. Hal itu katanya harus dilihat seimbang, tidak sebelah pihak. Karena itu, menurutnya, harus ada upaya bersama semua pihak untuk menekan kasus penyiksaan tersebut.

Sultanul dari Komnas HAM Sumbar mengatakan, masyarakat dan polisi harus tahu apa hak dan kewajiban masing-masing. Polri khususnya harus mengedepankan keterbukaan dan tidak lagi melakukan tindakan sewenang-wenang.

“Kami semua menerima koreksi, kalaupun masih ada yang kurang dari tindakan oknum polisi, itu yang tengah kita benahi. Dan upaya itu sudah terlihat hasilnya. Buktinya, jumlah kasus penyiksaan dari tahun ke tahun berkurang,” jawab Anton Sasono.

 

 

Sumber : padangekspres.co.id

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *