Vonis PN Jaksel Dinilai ‘Sesat’

Vonis bersalah yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap enam pengamen Cipulir, terkait pembunuhan Dicky Maulana dinilai Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sarat dengan kejanggalan.

Majelis hakim dalam memvonis Andro Suprianto (18), Nurdin Prianto (23), AG (14), MF (13), BF (17) dan FP (16) dituding mengabaikan kebenaran yang hakiki.

“Bisa dikatakan putusan sesat, karena hanya melegitimasi BAP Penyidik yang dibuat secara sesat pula,”kata Johanes Gea dari LBH Jakarta yang juga kuasa hukum terdakwa, Sabtu (18/1)

Sesat yang dimaksud Johanes yakni karena BAP yang dijadikan dasar jaksa membuat dakwaan dibuat dengan cara penuh kekerasan. Para terdakwa mengaku dipaksa mengaku oleh penyidik kepolisian

“Para terdakwa sudah babak-belur dipukul, ditendang, dan disetrum oleh Penyidik untuk mengaku, baru kemudian para terdakwa diambil keterangannya,”papar Johanes.

Ironisnya, sambungnya di dalam persidangan, Majelis Hakim menyatakan bahwa polisi tidak menyiksa karena polisi yang dipanggil ke persidangan menyangkal telah terjadi penyiksaan.

“Padahal, polisi yang dihadirkan memang bukan polisi yang menyiksa. LBH Jakarta sudah meminta agar seluruh penyidik yang ada dalam sprindik untuk dihadirkan, tapi Majelis Hakim enggan memerintahkan,”cetusnya.

Selain tak menggubris adanya kekerasan yang dilakukan penyidik, Johanes juga menyayangkan sikap hakim yang mengenyampingkan pengakuan Iyan Pribadi. Diketahui Iyan mengaku bahwa dirinyalah  bersama dua temannya, Khairudin Hamzah alias Brengos dan Jubaidi alias Jubai yang mengeksekusi korban Dicky.

“Dengan alasan Iyan Pribadi berada dalam keadaan mabuk saat kejadian dan tidak melihat kejadian pembunuhan yang sebenarnya dilakukan oleh Khairudin Hamzah alias Brengos dan Jubaidi alias Jubai,”paparnya.

Padahal, pada saat kejadian memang korban Dicky Maulana dan ketiganya berada dalam keadaan mabuk. Meski demikian, Iyan telah melihat rangkaian tindak pidana

“Iyan Pribadi tidak dapat dikesampingkan begitu saja karena ia turut membantu melakukan tindak pidana dan memenuhi kriteria saksi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 26 KUHAP,”lanjutnya.

Atas itulah, Johanes menilai vonis 7 tahun penjara yang dijatuhkan hakim kepada Andro dan Nurdin serta vonis antara 3-4 tahun penjara terhadap empat terdakwa yang masih dibawah umur tidaklah adil.

“Ini membuktikan bahwa Pengadilan tidak bisa diandalkan oleh para pencari keadilan yang miskin, buta hukum, dan tertindas dan para Hakim yang mulia lebih suka mencari kebenaran formil daripada kebenaran yang hakiki,”tegasnya.

Atas vonis tersebut LBH Jakarta akan mengajukan upaya hukum banding, dan melaporkan Majelis Hakim PN Jaksel yang menyidangkan para terdakwa ke Komisi Yudisial Badan Pengawas Mahkamah

 

Sumber : skalanews.com

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *