YLBHI: Pemidanaan Dokter karena Mogok Kerja Dibenarkan Secara Hukum

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) berpendapat pemidanaan terhadap dr Dewa Ayu Sasiary Prawani, Hendry Simanjuntak dan Hendi Siagian, dibenarkan secara hukum.

“Maka seharusnya polemik penahanan terhadap tiga dokter tersebut tidak ditanggapi secara berkepanjangan oleh dokter-dokter lainnya. Bahkan sampai memilih aksi mogok praktik melayani masyarakat,” kata Direktur Advokasi dan Kampanye YLBI, Bahrain, dalam rilisnya, Kamis (28/11/2013).

Dijelaskan mogok praktik tersebut justru sangat merugikan jutaan rakyat Indonesia untuk mendapatkan palayanan kesehatan.

“Mestinya dengan peristiwa ini, semua pihak seharusnya menghormati putusan hakim Mahkamah Agung (MA), lebih-lebih putusan terhadap ketiga dokter tersebut sudah berkekuatan hukum tetap,” ujar Bahrain.

Dijelaskan atas peristiwa ini seharusnya dokter lebih profesional dan berhati-hati dalam mengambil tindakan terkait tugas medisnya. Karena tindakan kecerobohan seorang dokter bisa menyebabkan melayangnya nyawa seseorang.

“Yayasan LBH Indonesia menilai, bahwa pemidanaan dokter sangat dimungkinkan bahkan dibenarkan secara hukum,” kata dia.

Dalam KUHP, menurut Bahrain, faktor kesalahan (kelalaian) yang menyebabkan orang lain mati merupakan perbuatan tindak pidana, hal ini diatur dengan jelas dalam Pasal 359 KUHP berbunyi:

“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun”. Perlu diketahui juga bahwa dalam hukum pidana dikenal dengan Asas “tiada pidana tanpa kesalahan”, asas ini merupakan asas fundamental dalam mempertanggungjawabkan perbuatan tindak pidana.

Menurut Bahrain, pengertian asas diatas menunjukkan bahwa seseorang tidak dapat dipidana apabila ia tidak mempunyai kesalahan, baik berupa kesengajaan maupun kealpaan. Hal tersebut diatur dalam UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, pasal 6 ayat (1) dan (2).

“Tentunya dengan adanya asas diatas, hakim kasasi MA yang memegang perkara dokter Ayu sangat memahaminya,” kata Bahrain.

Sehingga bagi hakim kasasi MA, menurut Bahrain, penjatuhan pidana tersebut tentunya sudah didasarkan pada pengaturan yang tercantum dalam perundang-undangan dan dipastikan juga kebenarannya terkait penggunaan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang mana sesuai dengan kewenangan MA selaku judex juris.

Selanjutnya jika mempelajari UU Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, dokter juga sangat memungkinkan untuk dilaporkan oleh siapapun terkait dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh dokter, dalam hal ini sangat jelas pengaturannya di Pasal 66 ayat (3).

Didalam pasal 304 KUHP secara tegas disebutkan bahwa:

Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Didalam pasal 51 UU Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran dimuat jelas mengenai kewajiban dokter termasuk memberikan pelayanan medis sesuai standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien. Selanjutnya di dalam pasal 52 UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran juga menegaskan terkait hak-hak pasien termasuk mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3) Undang-undang yang sama.

Selain pelaporan kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, dapat juga pihak yang dirugikan melaporkan kepada pihak yang berwenang dalam melakukan pemeriksaan terhadap terjadinya tindak pidana, yakni aparat kepolisian. Namun, jika kerugian tersebut mengarah pada kerugian perdata, maka bisa dilakukan gugatan secara perdata ke pengadilan.

Dengan demikian tentunya pemidanaan terhadap dokter dibenarkan secara hukum, karena perundang-undangan sangat memungkinkan untuk mempidanakan dokter. Maka bagi para dokter seharusnya memahami hal ini dan tidak lagi memunculkan polemik yang berkepanjangan.

 

Sumber : tribunnews.com

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *