Tanah Warga Masih Belum Terjual, Warga Batang Tetap Menolak PLTU Batang

Semarang, Warga desa Ujungnegoro, Karanggeneng, Ponowareng, Wonokerso dan Roban (UKPWR) hingga saat ini masih berjuang menolak rencana pembangunan PLTU Batang yang berkapsitas 2×1000 MW. Penolakan warga dibuktikan dengan mempertahankan tanah-tanahnya untuk tidak dijual ke PT Bhimasena Power Indonesia yang bekerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Proses pembebasan tanah untuk rencana pembangunan PLTU Batang ini banyak terjadi pelanggaran HAM, karena warga diintimidasi, ditekan dan ditakut-takuti dengan informasi yang keliru. Perlawanan warga Desa UKPWR semakin solid dan warga masih bersikukuh untuk tidak melepas tanah-tanah mereka dengan harga berapapun, karena tanah bagi warga adalah Ibu yang senantiasa menghidupi kehidupan mereka. Warga juga berkomitmen untuk melindungi lingkungan dari pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Hingga saat ini, warga masih diintimidasi dan di tekan oleh perangkat desa, para preman sewaan, aparat Polri dan TNI untuk mendesak warga untuk menjual tanah-tanah warga. Perlawanan warga terhadap intimidasipun kian meningkat, hal ini dilakukan warga dengan membuat spanduk selebar 90 meter di lahan-lahan mereka, pemasangan papan di tanah-tanah mereka yang bertuliskan “kami tidak akan menjual tanah-tanah kami”, memasang bendera disetiap rumah-rumah mereka yang betuliskan “tolak PLTU dan selamatkan lingkungan” dan bahkan warga siap mengusir para tim pembebasan lahan.
“Pernyataan deputi menkoperekonomian dan Bupati Batang yang telah mengklaim bahwa pembebasan lahan sudah 90% tersebut adalah Bohong, Itu opini saja untuk mengelabui publik, kalau toh ada tanah yang sudah terjual itupun hanya sebagian kecil saja dan penuh dengan intimidasi. Tutur Roidhi Warga Karanggeneng.
“Dan ratusan ribu warga dari kelima desa masih berkomitmen menolak PLTU BATANG,. kami pertahankan tanah warisan leluhur dan kami tidak ingin adanya kerusakan lingkungan di daerah kami serta kami tegaskan bahwa tanah kami 70% masih menjadi milik kami”, Tambah Roidhi Warga Karanggeneng.
Menurut data dari Hattta Radjasa, yang dalam hal ini adalah sebagai Koordinator harian MP3EI ini menyatakan bahwa tanah yang dibutuhkan untuk rencana pembangunan PLTU Batang ini seluas 192 hektar dan yang sudah dibebaskan 187 hektar sehingga yang masih belum dibebaskan itu sekitar 5 hektar. Hal ini berbeda dengan pernyataan yang disampaikan oleh Deputi Menko Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Lucy Eko Wuryanto yang menyatakan bahwa tanah yang dibutuhkan seluas 226 hektar dan yang sudah dibebaskan adalah 186 hektar artinya yang belum terbebaskan sekitar 40 hektar.
“Dengan melihat data yang disebutkan oleh Hatta Radjasa, Yoyok Sudibyo dan Lucy Eko Wuryanto ini terlihat jelas, bahwa data tersebut merupakan klaim belaka karena dari masing-masing person dari mereka melaporkan data-data yang tidak sama. Hal ini merupakan strategi kotor mereka agar seolah-olah tanah-tanah itu sudah banyak terbebaskan harapannya agar warga yang belum menjual tanah-tanahnya itu terpancing untuk menjualnya”. Tutur Wahyu Nandang Herawan, Staff LBH Semarang.
“Janji Lucy Eko Wuryanto kepada warga UKPWR itu untuk meninjau ulang rencana PLTU Batang ternyata omong-kosong, karena pembebasan lahan terus dijalankan. Hal ini pemerintah telah melanggar 3 Pilar Pembangunan yaitu Pilar Ekonomi (Economically Viable), Diterima secara Sosial (Socially acceptable) dan ramah lingkungan (environmentally sound). Tutup Wahyu Nandang Herwan, Staff LBH Semarang.

“Sikap pemerintah yang bersikeras untuk melanjutkan rencana pembangunan PLTU Batubara Batang, menunjukan bahwa pemerintah tuli dan serius mendengar aspirasi rakyatnya, pemerintah lebih mengatamakan kepentingan investor darapada keselamatan warga”. Tutur Arif Fiyanto, Juru Kampanye Iklim Greenpeace Indonesia.
“Bahwa Indonesia membutuhkan listrik untuk menopang pertumbuhan ekonomi
nasional, kita semua sepakat, tetapi untuk menghasilkan listrik kita
tidak harus mengorbankan matapencaharian dan kesehatan warga, untuk
menghasilkan listrik kita tidak perlu menggunakan Batubara, bahan bakar
fosil terkotor ini. Kita punya sumber energi terbarukan yang luar biasa
berlimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah, dengan
kata lain Indonesia bisa menghasilkan listrik tanpa memiskinkan dan
membahayakan kesehatan warga, dan itu hanya dengan menggunakan sumber
energi terbarukan”, Tutup Arif Fiyanto, Juru Kampanye Iklim Greenpeace Indonesia.

Cp: Roidhi Warga Karanggeneng (085726181320)
Wahyu Nandang Herawan (085727221793)
Arf Fiyanto, Juru Kampanye Iklim Greenpeace (08111805373)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *