Siaran Pers Koalisi Revisi UU ITE: Urgensi Revisi UU ITE!

WhatsApp Image 2023-03-13 at 14.20.00

Siaran Pers Koalisi Serius

Jakarta, 13 Maret 2023

Urgensi Revisi UU ITE!

 

Sejak disahkan pada 2008 hingga kini jelang revisi kedua, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah memakan banyak korban akibat muatan pasal bermasalah di dalamnya yang bisa menjerat siapa saja. Karenanya, diperlukan segera #RevisiUUITE yang berkeadilan dan menghormati HAM, khususnya kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara. 

Beberapa lembaga yang tergabung dalam Koalisi Serius Revisi UU ITE mengadakan rangkaian agenda Pekan Ekspresi dan Informasi sejak tanggal 3 maret via berbagai platform media sosial. Agenda ini dilakukan sebagai rangkaian diskusi terkait pasal-pasal bermasalah dalam UU ITE. 

 

UU ITE yang berlaku saat ini masih banyak memuat pasal karet yang mengancam HAM dan demokrasi, terlebih lagi masih sering digunakan untuk mempidanakan orang secara tidak adil. Fatalnya, UU ITE justru dominan digunakan untuk mengkriminalisasi warga negara untuk melindungi kepentingan mereka yang berkuasa. Data SAFEnet menunjukkan 70 persen kasus pemidanaan dengan UU ITE justru dilakukan oleh pemerintah, aparat, dan pengusaha. Sementara itu, sisanya 29 persen dilakukan oleh orang awam dan 1 persen tidak jelas

 

Penerbitan Surat Keputusan Bersama Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021, Nomor KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang telah ditandatangani oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung RI, dan Kepala Kepolisian RI dan resmi berlaku pada hari ini, tanggal 23 Juni 2021 faktanya tidak mampu menghentikan praktik kriminalisasi dengan jerat pasal karet dalam UU ITE. Pada 2020, Safenet mencatat adanya 84 kasus pemidanaan terhadap warga net, dan 64 diantaranya menggunakan UU ITE. Sejak 2019 hingga mei 2022, Amnesty International Indonesia juga mencatat setidaknya 332 orang dituduh melanggar pasal-pasal bermasalah yang multitafsir dalam UU ITE. 

 

Selain itu, kebijakan ini juga kerap menjadi alat untuk menyerang perempuan korban kekerasan. Saat banyak korban kekerasan masih sulit mengakses bantuan dan kemudian mencari bantuan lewat media sosial, ternyata media sosial itu belum juga menjadi ruang aman. Perempuan korban sering dihantui dengan adanya pencemaran nama baik dan pasal penyebaran muatan informasi yang melanggar kesusilaan. Kedua pasal ini sering disalahgunakan untuk mengancam korban kekerasan yang berusaha melawan. 

 

Saat ini Pemerintah mempunyai komitmen untuk perubahan kedua revisi UU ITE dan diketahui pula ada banyak proses legislasi yang terus mengalami perubahan. Adanya pengesahan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi bagian kecil bahwa UU ITE khususnya pasal 27 ayat (1) UU ITE sudah tidak relevan. Begitu pun kehadiran UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi serta diakhir pada 2022, rancangan KUHP turut juga disahkan menjadi Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 (KUHP Baru) dan ketentuan peralihan mengatur agar KUHP Baru ini berlaku pada Januari 2026. Kodifikasi yang dilakukan melalui KUHP Baru berdampak pada pencabutan dan/atau perubahan ketentuan pidana dalam beberapa peraturan perundangan yang berlaku saat ini, termasuk UU ITE. Meskipun KUHP Baru ini akan berlaku setelah kurang lebih 3 tahun mendatang, upaya harmonisasi antara UU ITE dengan ketentuan dalam KUHP Baru perlu segera dilakukan terutama dalam momentum revisi UU ITE.

 

Melihat banyaknya regulasi baru yang dikeluarkan oleh DPR dalam satu terakhir ini yang banyak bersinggungan dengan UU ITE, dan perlunya harmonisasi terkait peraturan tersebut, kami Koalisi Revisi UU ITE menuntut:

 

  1. DPR RI untuk membahas Revisi Kedua UU ITE tidak hanya melalui Komisi I tetapi dengan melibatkan banyak sektor, seperti komisi  hukum, komisi yang membahas isu perempuan, kebebasan berekspresi, konsumen, dll.
  2. Dibukanya ruang pembahasan dengan partisipasi  bermakna agar publik dapat ikut terlibat dalam proses pembahasan revisi kedua UU ITE di DPR RI;
  3. Hapuskan pasal-pasal yang bermasalah yang rentan mengkriminalkan banyak korban, mencederai prinsip demokrasi dan mengancam hak kelompok rentan, sebagaimana lampiran kajian Koalisi mengenai dampak UU ITE yang tertuang dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM)

[ Siaran pers ini juga kami sampaikan dalam bentuk konferensi pers yang dapat anda saksikan siarannya lewat link berikut: Konferensi Pers Koalisi Revisi UU ITE]

Hormat kami,

Koalisi Revisi UU ITE: 

  • Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
  • Amnesty International Indonesia
  • Greenpeace Indonesia 
  • Indonesia Corruption Watch (ICW)
  • Indonesia Judicial Research Society (IJRS)
  • Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)
  • Imparsial
  • Koalisi Perempuan Indonesia
  • Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi (KPJKB) Makassar
  • Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
  • Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
  • LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Jakarta
  • LBH Masyarakat
  • LBH Pers Jakarta
  • Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) 
  • Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM)
  • Paguyuban Korban UU ITE (PAKU ITE)
  • Perhimpunan Bantuan Hukum & Hak Asasi Manusia (PBHI) 
  • Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)
  • Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia (PUSKAPA UI)
  • Remotivi
  • Rumah Cemara
  • Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet)
  • Yayasan LBH Indonesia (YLBHI)
  • Yayasan Perlindungan Insani (Protection International)

 

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *