YLBHI Kecam Keras dan Menuntut Kapolri Bertanggung Jawab atas Brutalitas dan Extrajudicial Killing Oleh Kepolisan dalam Pengamanan Aksi Massa di Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah

YLBHI Kecam Keras dan Menuntut Kapolri Bertanggung Jawab atas Brutalitas dan Extrajudicial Killing Oleh Kepolisan dalam Pengamanan Aksi Massa di Desa Bangkal 1

Sabtu, 7 Oktober 2023, YLBHI kembali melihat bahwa aparat POLRI kembali menunjukkan perannya sebagai “prajurit pengaman oligarki” bukan sebagai pengayom atau pelindung masyarakat. Ini ditunjukkan dengan dugaan penggunaan kekuatan yang berlebihan dalam pembubaran aksi massa rakyat dari Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya yang dilakukan Gabungan Polres Seruyan dan Polda Kalimantan Tengah berhubungan dengan pengamanan area perkebunan sawit milik PT. Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) I. Sebuah perusahaan di bawah naungan Best Agro International Group. PT. HMBP adalah cucu perusahaan Best Capital Investment (satu dari tiga anak Best Agro International Group), mengalir melalui PT Bio Green Indonesia yang pemegang sahamnya kami temukan adalah Rendra Tjajadi dan Winarno Tjajadi. Pembubaran aksi dilakukan dengan menembakkan gas air mata dan peluru tajam. Hingga saat ini (7/10/2023) terdapat informasi 3 orang korban tertembak peluru tajam dan satu orang korban meninggal dunia. Dari video yang kami dapatkan nstruksi untuk membidik kepala peserta aksi serta menyiapkan Senjata laras panjang. Aksi massa raturan rakyat Desa Bangkal ini telah dilakukan selama 23 hari dengan tuntutan dipenuhinya janji penguasaan 20% kebun plasma.

YLBHI menilai aparat Polisi tidak mau belajar dari kesalahan terkait praktik brutalitas dan represif dalam merespon aksi massa dengan penggunaan kekuatan berlebihan. Setelah berbagai peristiwa tragedi kemanusiaan terjadi akibat penggunaan gas air mata dan peluru. Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa menegaskan bahwa anggota satuan pengendalian massa dalam unjuk rasa dilarang untuk membawa senjata tajam dan peluru tajam. Selain itu, Perkapolri No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian dan Perkapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi prinsip dan standar HAM dalam Tugas Kepolisian jelas mengatur bahwa penggunaan senjata api harus digunakan sebagai pilihan terakhir dalam kondisi yang sangat darurat untuk menyelamatkan nyawa berdasarkan prinsip proporsionalitas, nesesitas dan legalitas. Oleh karena itu, harus ada pertanggungjawaban dari tindakan brutal penembakan warga yang menyebabkan kematian oleh kepolisian tersebut secara transparan dan akuntabel. Terlebih tindakan penembakan ini dilakukan terhadap warga yang sedang menjalankan hak konstitusionalnya untuk aksi penyampaian pendapat.

Aksi masyarakat Desa Bangkal telah dilakukan sejak 16 september dan pada 25 September mereka melakukan pertemuan dengan perwakilan perusahaan yang juga didampingi oleh Kepala Kepolisian Resor Kabupaten Seruyan dan Komandan Distrik Militer 1015 Sampit. Tuntutan rakyat Desa Bangkal ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan tahun 2013 yang mana telah ada antara PT HMBP dengan warga Desa Bangkal dan menjanjikan 2 hektar per kepala keluarga. Selain menuntut plasma warga juga menuntut lahan seluas 1.175 hektar diluar izin HGU PT HMBP untuk di kelola masyarakat sendiri.

Pertemuan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan sesuai dengan tuntutan rakyat Desa Bangkal, yaitu pemenuhan penguasaan 20% kebun plasma. Proses negosiasi dengan memobilisasi tentara dan polisi merupakan tanda-tanda yang jelas bahwa para pengelola dan pejabat tidak memandang penduduk desa sebagai calon lawan bicara atau sebagai pihak yang mempunyai hak setara. Kasus ini menambah daftar panjang konflik agraria di sektor perkebunan. YLBHI-LBH Kantor mencatat, konflik perkebunan menyumbang kasus agraria terbanyak di Indonesia. Akarnya adalah ketidakjelasan HGU. Masalah terbesar di sektor perkebunan adalah data dan informasi HGU yang masih ditutup-tutupi oleh Negara melalui Kementerian ATR BPN. Padahal Komisi Informasi Publik berkali-kali telah memutuskan bahwa HGU termasuk kategori informasi publik dan Putusan MA Nomor 121 K/TUN/2017 telah memerintahkan Kementerian ATR membuka nama pemegang HGU, lokasi, luas lahan, peta area, hingga jenis komoditas yang diproduksi di atas lahan tersebut.

Dalam catatan YLBHI, konflik-konflik agraria ini dilegitimasi oleh pemerintah dengan dalih pengamanan objek vital nasional. Usaha perkebunan sawit menjadi salah satu objek yang dapat diamankan oleh aparat keamanan negara. Usaha kebun sawit yang dilakukan oleh PT HMBP juga menyertakan mobilisasi institusi kepolisian dan tentara negara untuk mengamankan objek propertinya. Perusahaan dan aparat koersifnya memandang masyarakat Desa Bangkal yang menuntut sebagai kelompok yang inferior secara sosial dan merupakan ancaman terhadap sirkulasi modal. Penggunaan aparat koersif milik negara oleh perusahaan semakin menguntungkan bagi mereka mengingat semakin gemuknya anggaran kepolisian untuk perbelanjaan piranti-piranti pengaman.

Berkenaan dengan hal tersebut , kami YLBHI-LBH Palangkaraya dan 17 LBH-Kantor menuntut:

  1. Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk mempertanggungjawabkan peristiwa penembakan dan kematian warga yang diduga dilakukan oleh aparat kepolisian Polres Seruyan dan Polda Kalteng dengan segera melakukan penangkapan dan proses penegakan hukum dan etik terhadap pihak aparat kepolisian yang harus bertanggung jawab terkait penembakan warga Desa Bangkal;
  2. Kapolri untuk segera memberhentikan Kapolres Seruyan dan Kapolda Kalteng karena gagal melindungi keselamatan warga masyarakat dan bentuk tanggung jawab terhadap tindakan kepolisian yang mengakibatkan pelanggaran hak asasi manusia yang mengakibatkan hilangnya nyawa warga masyarakat;
  3. Menuntut kepada Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah untuk membebaskan tanpa syarat 20 warga Desa Bangkal dan pasukan merah Tariu Borneo Bangkule Rajank (TBBR) yang ditangkap paksa namun sampai dengan saat ini belum diketahui dimana keberadaannya;
  4. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia harus segera turun kelapangan untuk melakukan investigasi terkait pelanggaran Hak Asasi Manusia yang telah terjadi di Desa Bangkal;
  5. Audit secara terbuka terkait regulasi dan alokasi pendanaan kepolisian Republik Indonesia berhubungan dengan aktivitasnya dalam proyek-proyek pengamanan industri sawit di Indonesia; 6 Pemerintah menggunakan segala kewenangan yang dimilikinya untuk memastikan PT. HMPB melaksanakan kewajibannya dalam pemenuhan hak masyarakat sekitar berhubungan dengan penguasaan 20% lahan dari HGU dan berikan lokasi seluas 1.175 hektar diluar izin HGU PT HMBP kepada masyarakat sekitar sesuai dengan hasil pemeriksaan BPN dan Komnas HAM;
  6. Hentikan seluruh aktivitas perusahaan selama masa audit terhadap perusahaan dilakukan;
  7. Presiden RI untuk membuka data HGU dan melakukan langkah-langkah konkret menyelesaikan berbagai konflik agraria warga khususnya konflik berlarut warga dengan PT.HMPB;

Jakarta, 08 Oktober 2023 Pengurus YLBHI – Direktur 18 LBH

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *