Penggusuran Paksa dan Hak Atas Perumahan

Pengantar :

Rumah merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam hidup manusia. Pada rumah melekat dimensi budaya dan sosial sehingga makna rumah tidak dapat diartikan secara sempit dengan tempat berlindung yang memiliki atap di atas kepala. Sebagian masyarakat di Indonesia menganggap rumah seperti manusia yang juga harus dihargai dan dihormati. Hal tersebut terlihat dengan adanya upacara adat saat pembuatan rumah di banyak daerah di Jawa dan Sumatera. Di daerah Sumatera Barat seorang anak laki-laki yang pergi merantau dan kemudian berhasil membuatkan rumah orang tuanya dianggap sebagai laki-laki yang sudah berhasil dan mengabdikan diri kepada orang tua yang akan menghabiskan masa tua nya. Rumah juga dianggap sebagai tempat yang sakral dan suci sehingga harus selalu dirawat dengan baik agar terhindar dari malapetaka. Bung Hatta pernah menulis sebagai berikut:

“Di zaman dahulu kala, sebelum orang putih datang kemari, bangun-bangun rumah desa memang sederhana, tapi terpelihara. Adat hidup yang dipakai orang Indonesia serta sifat tolong-menolong yang menjadi dasar segala usaha
yang berat, melarang orang mengabaikan rumahnya. Kalau ia hendak mendirikan rumah, ia dapat minta tolong kepada orang banyak yang sekampung atau sedesa. Paham tradisi, yaitu ikatan kebiasaan, tidak membiarkan orang teledor terhadap pemeliharaan rumahnya. Tanda kehormatan manusia dilekatkan pada sopan santun bergaul, kepada pakaian
dan kepada rumah.”

Di sisi lain, terdapat sekelompok orang yang beranggapan bahwa rumah merupakan bagian dari instrumen investasi atau untuk melipatgandakan keuntungan. Tidak heran berbagai pembangunan apartemen ataupun perumahan dalam waktu yang singkat cepat terjual walaupun dengan harga yang cukup mahal, namun si pembeli tidak menggunakan apartemen atau rumah yang dibelinya dan
menunggu harga naik berlipat.

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print