Angkutan Umum di Ibu Kota Tak Ramah bagi Kaum Difabel

Sarana angkutan umum di DKI Jakarta hingga saat ini masih belum ramah bagi penyandang disabilitas. Hasil riset yang dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menunjukkan 12 halte Transjakarta dan 10 stasiun kereta Commuter Line tak ramah bagi kaum difabel. “Tak ada niat dari pemerintah untuk membantu penyandang disabilitas,” ujar pengacara publik LBH Jakarta Alldo Felix Januardy Senin, 7 Desember 2015.

LBH Jakarta, Young Voices Indonesia, Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI), Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia, dan Masyarakat Peduli Anak Autis mengobservasi 12 halte Transjakarta, 10 stasiun kereta Commuter Line, 26 gedung instansi pemerintah, dan 11 gedung instansi nonpemerintah pada Agustus-Oktober 2015. Hasilnya, dari 12 halte Transjakarta, 4 halte, Dukuh Atas; Harmoni; Sarinah; dan Glodok, bersatus kurang dapat diakses oleh kaum difabel. Bahkan 8 halte lainnya, seperti Senen; Pulogadung; Gelora Bung Karno; Cempaka Mas; Matraman; Kampung Melayu; Kota; dan Blok M, tak dapat diakses oleh kaum difabel.

Sementara itu, dari 10 stasiun Commuter Line yang diteliti, Jakarta Kota; Pasar Senen; Bekasi; Tanah Abang; Tangerang; Bogor; Manggarai; Duri; Jatinegara; dan Serpong berstatus tak dapat diakses oleh penyandang disabilitas. Seluruh stasiun Commuter Line mendapatkan indeks kurang dari 2, di mana indeks 3,5-4 menunjukkan status dapat diakses; 2-3,5 kurang dapat diakses; dan 0-2 tak dapat diakses.

Alldo menuturkan, dalam penelitian tersebut ada beberapa fasilitas halte Transjakarta yang dicermati. Fasilitas itu adalah akses keluar masuk; kesejajaran konstruksi; kemudahan pembelian tiket; aksesibilitas papan informasi; ruang khusus; serta ketersediaan personel Transjakarta.

Adapun untuk stasiun Commuter Line, LBH Jakarta menganggap fasilitas di sana, seperti jalan keluar-masuk; kondisi peturasan; aksesibilitas papan informasi; tempat duduk difabel; ketersediaan personel; dan kemudahan pembelian tiket, tak ramah bagi penyandang disabilitas.

Alldo menyesalkan tak ramahnya angkutan umum bagi penyandang disabilitas. Sebab, berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 71 Tahun 1999 tentang Aksesibilitas bagi Penyandang Cacat dan Orang Sakit pada Sarana dan Prasarana Perhubungan mengatakan, penyelenggara angkutan wajib melaksanakan pengangkutan penyandang cacat dan orang sakit dengan aman, selamat, lancar, tertib, teratur, dan nyaman. “Penegakan aturan tersebut menjadi lemah lantaran tak ada sanksi bagi yang melanggar,” keluhnya.

Anggota divisi hukum Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia Rahardian menambahkan, kaum difabel semakin sulit saat menggunakan bus Transjakarta dan Commuter Line lantaran petugas di halte dan stasiun tak proaktif dalam membantu penyandang disabilitas. “Petugas biasanya harus dihampiri dulu baru membantu kaum difabel,” ucapnya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan baik dari PT Kereta Api Indonesia maupun Transjakarta atas hasil penelitian tersebut.

 

 

Sumber : tempo.co

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *