Catatan Akhir Tahun YLBHI: Proyek Pembangunan Banyak Langgar HAM

CATAHU

Aktivis masyarakat sipil menilai kebijakan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk memprioritaskan pembangunan infrastruktur sepanjang tahun 2017, membuat banyak masyarakat merasa dilanggar hak-haknya.

Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan, dalam dokumen Nawacita atau program umum pemerintahan Jokowi-JK tercatat orientasi pembangunan yang tidak hanya pembangunan fisik, namun juga sumber daya manusia.

“Tapi sekarang ini, pembangunan infrastruktur yang sangat diprioritaskan,” ujar Asfinawati saat memaparkan catatan akhir tahun YLBHI di Jakarta, Kamis (21/12/2017).

Menurut catatannya, aduan pelanggaran hak akibat pembangunan infrastruktur masuk dari semua wilayah.

Ia mengungkapkan, di Palembang, LBH setempat menerima pengaduan kasus pembangunan jalan tol. LBH Jakarta juga pengaduan soal reklamasi 17 pulau.

Kemudian di LBH Padang, ada aduan tentang proyek pembangkit listrik tenaga geothermal. LBH Bandung menerima pengaduan soal pembangunan PLTU Batubara Cirebon dan Bendungan Jatiegede.

Sementara LBH Yogyakarta menerima aduan masuk soal pembangunan Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kulonprogo.

Sedangkan di Bali, kasus pembangunan PLTU Celukan Bawang yang diadukan. Soal pembangunan PLTU juga diadukan terjadi di Makasar, Sulawesi Selatan serta Batang, Jepara, Cilacap di Jawa Tengah. Kasus di Jawa Tengah ditambah dengan pembangunan jalan tol Semarang-Batang.

Menurut Asfinawati, kasus-kasus pengaduan itu menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi dan infrastruktur dilakukan dengan mengambil hak masyarakat.

Selain itu, meski ditujukan untuk meningkatkan derajat kesejahteraan, ada “efek memiskinkan” yang tidak bisa dihindari.
Misalnya pada kasus pembangunan Bandara NYIA di Yogyakarta, di satu sisi ingin meningkatkan perekonomian masyarakat, namun di lain sisi menghilangkan akses masyarakat pada sumber pendapatannya.

Kasus-kasus yang terjadi saat ini, menurut Asfinawati, tidak jauh berbeda dengan masa lalu. Baik soal jenis, pola, maupun penyelesaiannya.

“Yang beda hanya saat ini katup untuk bersuara relatif terbuka dan ada mekanisme pengaduan di luar pengadilan, seperti Komnas HAM dan Ombudsman,” ujarnya.

 

 

Sumber : suara.com

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *