Kronologi RUU Pertembakauan

Kronologi RUU Pertembakauan

Kronologi perkembangan RUU terkait dengan produk tembakau di DPR DIAWALI dengan pengajuan “RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan (RUU PDPTK)” oleh Komisi IX DPR pada tahun 2006 yang didukung 205 anggota Dewan dan bertambah dari 243 menjadi 259 anggota. RUU PDPTK yang masuk dalam daftar Prolegnas 2009-2014 menjadi RUU Prolegnas prioritas pada tahun 2009 dan 2011, tapi pada akhirnya diputuskan untuk diendapkan dan tidak dimasukkan RUU prioritas 2012 dalam Rapat Paripuna DPR 16 Desember 2011.

 

RUU Pertembakauan menggantikan RUU PDPTK melalui proses yang tidak wajar dan menyalahi tata tertib DPR dengan tidak menyertakan Naskah Akademik dan kelengkapan kajian[2]. Perjalanan dari RUU PDPTK menjadi RUU Pertembakauan pun bukan merupakan garis lurus karena diseling surat usulan “RUU Pengendalian Dampak Tembakau” dari HM Sampoerna pada tahun 2010 yang pada tahun 2011 dilengkapi Naskah Akademik yang disusun oleh Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM dan didukung AMTI. HM Sampoerna mengusulkan RUU tsb masuk dalam Prolegnas prioritas 2012, akan tetapi usul tersebut tidak ditanggapi oleh DPR.

 

2011

Selama tahun 2011, DPR masih membahas RUU PDPTK dengan banyak tentangan dari kubu industry tembakau, hingga sempat diganti namanya oleh Kaukus Kesehatan menjadi “RUU Perlindungan Kesehatan Masyarakat dari Dampak Buruk Rokok dan Produk Sejenisnya” untuk lebih mencerminkan isinya. Itupun  tidak menolong, sampai akhirnya pada Desember 2011 diputuskan RUU PDPTK diendapkan dan tidak masuk dalam Prolegnas prioritas 2012.

 

2012

Setelah kekosongan pembahasan terkait RUU produk tembakau selama hampir 1 tahun, maka pada 7 Oktober 2012 secara tiba-tiba KNPK menyampaikan “RUU Pertembakauan” ke Baleg DPR RI. Hanya dalam waktu 2 bulan tanpa Naskah Akademik, pada 13 Desember 2012 Rapat Paripuna DPR RI memutuskan RUU Pertembakauan masuk Prolegnas prioritas 2013. Banyak interupsi dan tentangan dari anggota yang hadir tapi keputusan tidak berubah, hanya diberikan tanda (*) yang artinya akan dibahas setelah mendapat kesepakatan semua fraksi.

 

2013

Kenyataannya, RUU Pertembakauan tetap melaju tanpa halangan. Pada bulan Januari 2013 KNPK menghadap Fraksi Partai Golkar, Februari 2013 mengundang legal drafter dan TA Baleg di Hotel Santika untuk membahas RUU Pertembakauan, dan bulan Maret 2013 Baleg melakukan 3 kegiatan berturut-turut: RDPU dengan AMTI dan KNPK (5 Maret 2013), RDPU dengan APTI, GAPPRI dan Pemda Jatim (7 Maret 2013) yang didukung oleh PD, PDIP, GOLKAR, Hanura; dan pada tanggal 27-28 Maret 2015 melakukan kunjungan ke 3 propinsi: Jatim, Jateng, NTB untuk sosialisasi RUU Pertembakauan.

 

Rapat Panja Penyusunan RUU Pertembakauan 30 Mei 2013 memutuskan memilih RUU Pertembakauan versi KNPK diantara 5 RUU terkait produk tembakau yang masuk ke DPR, untuk diteruskan pembahasannya[3].

 

Alasan pemilihan RUU Pertembakauan versi KNPK sebagaimana tercantum dalam Notulen Rapat Panja Penyusunan RUU Pertembakauan tanggal 30 Mei 2013 adalah “muatannya cukup komprehensif, ada keseimbangan materi pengaturan antara kepentingan industry rokok dan perlindungan kepada masyarakat akibat dampak penggunaan tembakau”.

2014

Pembahasan dilanjutkan selama 2013-2014, diakhiri keputusan Rapat Paripurna 14 Juli 2014 menerima RPP Pertembakauan sebagai RUU inisiatif DPR RI. Tanggal 16 Juli 2014 DPR mengirim Surat kepada Presiden SBY meminta persetujuan dengan menerbitkan Ampres / Surpres (Surat Presiden). Tanggal 25 Juli 2014 keluar Surat Presiden yang menunjuk 6 kementerian sebagai wakil pemerintah untuk membahas RUU tersebut di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan. Tanggal 11 Agustus 2014 Menteri Kesehatan mengirimkan surat kembali kepada Presiden melaporkan hasil rapat koordinasi menolak RUU Pertembakauan karena tidak mencerminkan semangat mewujudkan NKRI yang mencerdaskan, menyehatkan dan meningkatkan kualitas hidup rakyat Indonesia.

 

2015

Pada pergantian kepemimpinan Nasional akhir tahun 2014, RUU Pertembakauan kembali diajukan oleh Fraksi Nasdem dan PDIP dalam Rapat Paripurna Februari 2015 untuk dimasukkan Daftar Prolegnas 2015-2019  dan menjadi prioritas Prolegnas tahun 2015.

 

Juli 2015 gabungan fraksi Golkar, PDIP dan Nasdem mengajukan draft tersebut ke Baleg DPR untuk melanjutkan pembahasan. Agustus-September 2015 Baleg DPR melakukan harmonisasi RUU Pertambakauan yang masih berlangsung hingga sekarang karena RUU Pertembakauan masuk lagi dalam Prolegnas prioritas 2016.

 

2016

Rancangan Undang-Undang tentang Pertembakauan merupakan RUU usul anggota lintas fraksi dan tercantum dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2016 Nomor Urut 18. Hingga akhir penutupan masa sidang yang jatuh pada 28 Juni 2016, Baleg DPR RI melakukan upaya kejar tayang dengan melakukan konsiyering pada 24-25 Juni 2016 di Hotel Sultan.

 

Bahwa mengingat masuknya RUU tentang Pertembakauan untuk dilakukan Pengharmonisasian, Pembulatan dan Pemantapan di Baleg DPR yaitu pada masa persidangan DPR Tahun 2015 maka saat ini berdasarkan Peraturan DPR RI Pasal 119 ayat (1) dan ayat (2) No. 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib telah melewati batas waktu yang ditentukan. Meskipun telah melampaui 2 kali masa sidang, tidak pernah tercatat ada pleno baleg untuk memperpanjang masa sidang untuk melakukan pengharmonisasian terhadap RUU Pertembakauan.

 

Pasal 119 ayat (1) dan ayat (2) No 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPR RI menyebutkan bahwa:

 

(1) Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari masa sidang sejak rancangan undang-undang diterima Badan Legislasi.

(2)  Dalam hal rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan pada akhir masa sidang kurang dari 20 (dua puluh) hari, sisa hari dilanjutkan pada masa sidang berikutnya.

 

RUU Pertembakauan melegalkan “kretek” sebagai warisan budaya!

Setelah sepakat dihapus dari RUU Kebudayaan, pasal yang menyebutkan bahwa kretek adalah warisan budaya kembali muncul dalam versi yang lebih lengkap di RUU Pertembakauan. Usut punya usut, substansi ini diajukan oleh orang yang sama dengan pengusul ayat kretek dalam RUU Kebudayaan.

 

Bahkan mengatur aturan pelestarian atas kretek, sebagaimana tercantum dalam pasal 58 Draft RUU Pertembakauan per 16 Juni 2016 menyebutkan”

 

Pelestarian Kretek sebagai Warisan Budaya Indonesia meliputi:

a.   perlindungan paten Kretek;

b.  kreatifitas dan tradisi seni dalam pembuatan Kretek;

c.   pembentukan komunitas Kretek; dan

d.  promosi dan muhibah Kretek Indonesia.

 

Pasal 1 ayat (7)

Warisan Budaya adalah benda atau atribut tak berbenda yang merupakan praktik, representasi, ekspresi, jati diri, pengetahuan, keterampilan, serta alat-alat, benda, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya, yang diakui oleh berbagai komunitas dan kelompok masyarakat sebagai warisan budaya dari generasi sebelumnya untuk dilestarikan dan dimanfaatkan bagi generasi yang akan datang.

 

Adanya pasal yang menyebutkan bahwa kretek adalah warisan budaya dapat memberikan konsekuensi yang fatal bagi masa depan Indonesia karena semua jenis yang disebut sebagai warisan budaya akan dilindungi, difasilitasi pengembangannya, dipromosikan, bahkan difestivalkan. Upaya ini sangat berbahaya mengingat produk tembakau tidak dapat dimanfaatkan bagi generasi yang akan datang karena telah terbukti merupakan zat adiktif.

 

Beberapa berita terkait atas penolakan kretek sebagai warisan budaya dalam RUU Kebudayaan:

 

RUU Pertembakauan memaksa untuk membenturkan peningkatan produksi dan pengendalian dampak tembakau. Upaya menyatukan kutub utara dan kutub selatan dalam satu titik?!

 

Upaya untuk membenturkan antara tujuan peningkatan produksi dan pengendalian dampak tembakau sebagai suatu tujuan yang sangat kontradiktif ini sama persis dengan usulan RUU Pertembakauan yang diajukan oleh KNPK pada 18 Juni 2014 yang menjadi bahan yang dibahas dan diadopsi sebagai RUU inisiatif DPR RI pada paripurna 14 Juli 2014. RUU Pertembakauan ini sebagaimana disebutkan dalam kronologis telah ditolak pembahasannya setelah Kementerian Kesehatan sebagai koordinator yang ditunjuk oleh Presiden menolak RUU Pertembakauan karena tidak mencerminkan semangat mewujudkan NKRI yang mencerdaskan, menyehatkan dan meningkatkan kualitas hidup rakyat Indonesia pada Agustus 2014.

 

Akan tetapi klausul yang sama persis ini muncul kembali dan dapat ditinjau dari 3 versi Draft RUU Pertembakauan versi KNPK (18 Juni 2014), versi lintas fraksi (Agustus 2015), dan versi harmonisasi Baleg DPR RI (16 Juni 2016).

 

 

 

Tabel Perbandingan RUU Pertembakauan

 

Versi KNPK

18 Juni 2014

Versi Lintas Fraksi

Agustus 2015

Versi Harmonisasi Baleg DPR RI

Juni 2016

Pasal 3 Tujuan Pasal 3 Tujuan Pasal 3 Tujuan
MENINGKATKAN PRODUKSI tembakau MENINGKATKAN PRODUKSI tembakau Meningkatkan BUDIDAYA dan PRODUKSI tembakau
Meningkatkan  Kesejahteraan Masyarakat Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Mengembangkan INDUSTRIi Pertembakauan bagi pertumbuhan perekonomian nasional dan peningkatan pendapatan negara
MENGEMBANGKAN INDUSTRI PERTEMBAKAUAN nasional MENGEMBANGKAN INDUSTRI PERTEMBAKAUAN nasional Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Meningkatkan pendapatan negara Meningkatkan pendapatan negara Melindungi petani Tembakau dan pekerja Pertembakauan; dan
MELINDUNGI KESEHATAN Masyarakat MELINDUNGI KESEHATAN Masyarakat MELINDUNGI KESEHATAN masyarakat

 

  • Fakta di atas menunjukkan bahwa RUU Pertembakauan yang saat ini sedang dibahas di DPR adalah versi industri rokok.
  • Mungkinkah kepentingan bisnis industri rokok bisa disatukan dengan kepentingan kesehatan untuk mengurangi konsumsi? Materi apakah yang diharapkan dari Tujuan RUU yang sudah bertolak belakang satu sama lain.
  • Mengacu pada alasan dipilihnya RUU Pertembakauan karena “ada keseimbangan kepentingan industri rokok dan perlindungan kesehatan akibat dampak penggunaan tembakau”, sesungguhnya tujuan peningkatan produksi dan pengembangan industry pertembakauan (a dan c) bertentangan dengan perlindungan kesehatan masyarakat (e). TETAPI, alasan inilah yang selama ini dipakai sebagai pemasaran untuk menjual dan menarik simpati masyarakat, dukungan mayoritas anggota DPR dan sektor pemerintah. Alasan INI BERTENTANGAN DENGAN ps 2 ayat 1 UU No 39/2007 tentang CUKAI bagi barang terkena cukai yaitu yang pemakaiannya berdampak negative bagi kesehatan dan lingkungan dan KONSUMSINYA PERLU DIKENDALIKAN.
  • Alur pikir RUU Pertembakauan yang diawali dengan MENIMBANG yang a.l menyebut tembakau dan budi dayanya merupakan warisan budaya dicerminkan dalam pasal promosi dan pelestarian kretek yang merusak generasi bangsa. Tidak ada satupun negara beradab yang tega secara terang-terang membunuh warganya dengan melestarikan konsumsi rokok yang ditegaskan dengan Tujuan peningkatan produksi.
  • Ketentuan Peralihan ps 61 versi 19 Nov 2015 menyebutkan: “Pada saat UU ini mulai berlaku, SEMUA KETENTUAN MENGENAI PERTEMBAKAUAN WAJIB DISESUAIKAN DENGAN KETENTUAN UU INI paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak UU ini berlaku merupakan pasal pamungkas yang menegasikan TUJUAN Melindungi Kesehatan Masyarakat. Disamping perusakan generasi, RUPP adalah Pembohongan Publik.
  • Dari ke-5 Tujuan RUU Pertembakauan versi KNPK Juni 2014 maupun versi lintas fraksi Agustus 2015, tidak tercantum secara eksplisit tujuan untuk melindungi petani tembakau.
  • Fakta ini konsisten dengan alasan penerimaan RUUP versi KNPK dalam Rapat Panja Baleg 30 Mei 2013, yaitu “muatannya cukup komprehensif, ada keseimbangan materi pengaturan antara kepentingan industri rokok dan perlindungan kepada masyarakat akibat dampak penggunaan tembakau”.
  • Petani tembakau hanya merupakan sisipan / asset produksi industry rokok saja. Fenomena ini juga menjelaskan posisi petani tembakau dalam tata niaga tembakau dan kaitannya dengan industry rokok selama ini.

 

Ada koreksi terhadap materi RUU Pertembakau yang asli dengan menambahkan unsur Petani Tembakau pada 2 draft RUU Pertembakauan (versi 15 Sept dan 19 Nov 2015)

  • Gerakan masyarakat dan komunitas pengendalian tembakau yang menolak RUU Pertembakauan secara konsisten memberikan argumen a.l:
    • Ada konflik kepentingan yang tidak bisa disatukan antara tujuan industri rokok untuk meningkatkan produksi, penjualan dan konsumsi rokok masyarakat dengan kepentingan kesehatan untuk melindungi rakyat dari dampak buruk rokok dengan mengurangi konsumsinya
    • Benarkah RUU Pertembakauan ditujukan untuk melindungi petani tembakau? Karena kepentingan petani telah diakomodir oleh UU No 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
    • Mengapa hanya petani tembakau bukan petani lainya: beras, kedelai dsb, sementara 90% petani tembakau hanya di 3 Propinsi: Jateng, Jatim, NTB
    • Petani tembakau selama ini tidak punya posisi tawar dan seringkali dirugikan karena tata niaga tembakau yang tidak menguntungkan, termasuk impor
    • Pernyataan-pernyataan komunitas pengendalian tembakau terkait PETANI TEMBAKAU kemudian DIAKOMODIR untuk memperbaiki draft RUU Pertembakauan versi 15 September 2015 dan versi 19 November 2015
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *