YLBHI Duga Ada yang Hendak Ambil Untung dari Isu Penyerangan Pemuka Agama

IMG-20180215-WA0018

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia ( YLBHI) menilai kasus penyerangan terhadap pemuka agama yang marak terjadi belakangan terlihat seperti rekayasa.

Masalahnya, kemunculannya seperti pola yang terus berulang, pelakunya adalah orang yang diduga gangguan jiwa dan targetnya adalah pemuka agama.

“YLBHI melihat indikasi bahwa ini adalah rekayasa dan bagian dari sebuah operasi sebagaimana isu atau stigma komunis yang dihembus-hembuskan terus,” ujar Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur kepada Kompas.com, Jumat (23/2/2018).

Isnur mempertanyakan mengapa belakangan, hampir secara bersamaan, orang gila disorot menjadi pelaku kriminal.

Di media sosial, isu ini menjadi liar. Muncul berbagai hoaks adanya penyerangan ulama oleh orang dengan gangguan jiwa. Namun, setelah dicek, peristiwa itu tidak ada.

Bahkan, sejumlah postingan mengangkat seolah Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi dalang di baliknya.

“YLBHI menduga ada yang hendak mengambil keuntungan dari rekayasa atau operasi ini,” kata Isnur.

Oleh karena itu, Isnur menuntut pemerintah, khususnya kepolisian, untuk mengungkap kasus ini seterang-terangnya.

Masyarakat berhak mengetahui siapa atau apa yang melatarbelakangi santernya isu tersebut. Informasi yang tidak terang, kata Isnur, akan mudah dimanfaatkan pihak tertentu untuk memprovokasi masyarakat.

“Supaya masyarakat tidak jadi korban rekayasa politik, mendapatkan rasa takut, dan juga terancam terpecah belah,” kata Isnur.

Sebelumnya, Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono mengatakan, sejak Desember 2017, ada 21 kasus yang dilaporkan yang berkaitan dengan serangan pemuka agama.

Sebagian besar di antaranya, yakni 13 kasus, terjadi di Jawa Barat. Namun, setelah didalami, penyerangan terhadap pemuka agama yang benar-benar terjadi hanya dua kasus.

Selebihnya, ada kasus yang direkayasa dan juga hanya kabar bohong di media sosial.

Ari menganggap isu tersebut sengaja digoreng oleh orang-orang yang ingin memecah belah Indonesia.

Mereka menyebarkan kabar hoaks dan ujaran kebencian sehingga masyarakat terprovokasi.

“Agenda setting dari sutradara isu ini agar seolah-olah Indonesia sedang dalam kondisi berbahaya,” kata Ari.

Berita bohong itu disebar melalui berbagai jejaring sosial, mulai dari bentuk artikel di platform Facebook, Google+, Youtube, hingga pemberitaan di media massa.

Ari memastikan pihaknya akan membidik akun-akun media sosial yang menyebarkan berita bohong soal itu.

“Adapun akun-akun yang membahas hal tersebut dimotori oleh beberapa akun yang sudah dikantongi oleh Polri. Jadi, siap-siap saja jika masih terus menyebarkan hoaks seperti itu,” kata Ari.

 

Sumber : kompas.com

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *