Siaran Pers : Menjaga Marwah Mahkamah Konstitusi dari Perilaku Imoral yang Korup

Siaran Pers Koalisi Masyarakat Sipil Penjag Konstitusi

Terkait dengan tertangkapnya Hakim Konstitusi Patrialis Akbar di dalam Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan oleh KPK pada tanggal 26 Januari, 2017 yang lalu, maka kami dari Koalisi Masyarakat Sipil Penjaga Konstitusi (KMSPK) merasa ini adalah saat yang tepat bagi kami untuk menyampaikan beberapa pelanggaran etik yang dilakukan oleh Patrialis Akbar sepanjang berjalannya persidangan Uji Materi KUHP.

KMSPK, yang merupakan gabungan dari berbagai organisasi masyarapat sipil yang bergerak di bidang HAM, Keadian dan Kesetaraan Gender yang telah melakukan pemantauan di setiap persidangan Uji Materi KUHP yang berlangsung sejak bulan Juni 2016 yang lalu.

Dari proses pemantauan yang dilakukan tersebut, kami menemukan berbagai kejanggalan yang dilakukan oleh salah satu Hakim Konstitusi yaitu, Patrialis Akbar, yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran yang serius terhadap kode etik Hakim Konstitusi, seperti yang diatur di dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi RI No. 02/PMK/2003 tentang Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Hakim Konstitusi.

Adapun pelanggaran-pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Patrialis Akbar yang kami temui sepanjang proses pemantauan terhadap proses persidangan uji materi atas pasal-pasal kesusilaan di dalam KUHP tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pelanggaran terhadap prinsip imparsialitas yang diatur di dalam Pasal 2 ayat (2) Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Hakim Konstitusi, yang mengharuskan setiap Hakim Konstitusi. Pelanggaran ini dilakukan oleh Patrialis Akbar dengan mengemukakan pendapat-pendapat pribadinya yang cenderung memihak salah satu pihak yang berperkara di dalam sidang Uji Materi KUHP. Pendapat-pendapat pribadi yang lebih terkesan sebagai ceramah-ceramah keagamaan yang diutarakan oleh Patrialis Akbar sangatlah tidak patut dilakukan oleh seorang Hakim Konstitusi ketika sedang menjalankan tugasnya menjaga penegakkan konstitusi.

2. Pelanggaran terhadap standar minimum kompetensi penguasaan ilmu pengetahuan yang diatur di dalam Pasal 2 ayat (3) Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Hakim Konstitusi. Hal ini tercermin, salah satunya, dari pendapat Patrialis Akbar yang secara ceroboh menyatakan bahwa “..orang tukar piring makan pun duduk dengan orang yang HIV/AIDS pun juga akan bisa pindah penyakit itu.”

3. Pelanggaran prinsip akuntabilitas yang diatur di dalam asal 2 ayat (2) Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Hakim Konstitusi Pasal 3 ayat (1) huruf (e) Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Hakim Konstitusi mengharuskan setiap Hakim untuk tidak menerima suap dari pihak-pihak yang berperkara. Meskipun pelanggaran ketiga ini tidak secara langsung terkait dengan perkara Uji Materi KUHP, namun perilaku yang korup seperti ini mencerminkan buruknya integritas dan akuntabilitas Patrialis Akbar yang, bukan tidak mungkin, juga mempengaruhi sikapnya yang sangat tidak berimbang sepanjang perjalanan sidang Uji Materi KUHP selama ini.

Sikap & Rekomendasi:

Berdasarkan temuan-temuan hasil pemantauan yang telah kami paparkan tersebut, maka kami, atas nama Koalisi Masyarakat Sipil Penjaga Konstitusi menyatakan bahwa:

• Mengecam sikap Patrialis Akbar yang telah melecehkan prinsip-prinsip imparsialitas, penguasaan pengetahuan yang memadai dan akuntabilitas yang merupakan bagian dari kode etik dan pedoman perilaku Hakim Konstitusi yang harus dijunjung setinggi-tingginya demi tegaknya konstitusi dan terpenuhinya akses keadilan bagi setiap pihak yang berperkara dan masyarakat Indonesia yang akan terdampak atas perkara-perkara yang diuji di Mahkamah Konstitusi.

• Mengingatkan kepada seluruh Hakim Konstitusi agar tidak mengikuti jejak-jejak inkonstitusional yang dicontohkan oleh Patrialis Akbar dan untuk selalu menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan, imparsialitas, kompetensi dan akutabilitas yang tinggi seperti yang diatur di dalam Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Hakim Konstitusi.

• Mengecam sistem seleksi bagi calon Hakim Mahkamah Konstitusi yang tidak transparan dan akuntabel, sehingga menghasilkan Haki Konstitusi yang berkualitas buruk seperti Patrialis Akbar. Demi menyelamatkan wibawa Mahkamah Konstitusi sebagai garda terdepan penegakkan konstitusi, maka kami merekomendasikan beberapa hal berikut ini untuk ditindaklanjuti:

1. Memperkuat kepatuhan para hakim konstitusi terhadap kode etik dan perilaku, melalui penguatan peran Dewan Etik Mahkamah Konstitusi untuk memantau dan memastikan bahwa setiap Hakim Konstitusi dapat memegang teguh kode etik dan amanat konstitusi yang dipercayakan kepadanya. Kepatuhan etik dan perilaku ini harus dapat dicerminkan dengan, namun tidak terbatas pada, sikap yang imparsial dan tidak diskriminatif, tidak melakukan tindakan korupsi ataupun menerima gratifikasi dari pihak manapun, tekun di dalam menggali pengetahuan yang terkait dengan tugas-tugasnya sebagai Hakim Konstitusi, serta menjatuhkan putusan secara obyektif didasarkan kepada fakta dan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan guna menjamin rasa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum yang optimal.

2. Memperkuat pengawasan publik, terutama dari seluruh elemen kelompok masyarakat sipil dan jurnalis media, di dalam melakukan pengawasan yang ketat terhadap kinerja dan perilaku para Hakim Konstitusi, demi terjaganya independensi, imparsialitas dan akuntabilitas Mahkamah Konstitusi sebagai pilar utama penegakkan Konstitusi Republik Indonesia.

3. Mendorong Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, Mahkamah Agung dan DPR untuk memperbaiki sistem seleksi bagi calon Hakim Konstitusi dengan, salah satunya, menetapkan standar yang setinggi-tingginya sebagai persyaratan calon Hakim Konstitusi, baik yang terkait dengan pengetahuan yang komprehensif atas konstitusi dan ilmu ketatanegaraan, namun juga rekam jejak yang bersih dari segala praktik-praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Selain itu, calon Hakim Konstitusi juga harus memiliki tingkat imparsialitas dan akuntabilitas yang tinggi, sehingga afiliasi terhadap kelompok-kelompok keagamaan ataupun sosial lainya yang menjunjung gagasan-gagasan yang inkonstitusional harus dijadikan dasar penggugur kelayakan seorang calon Hakim Konstitusi.

Jakarta, 1 Februari, 2017.

Koalisi Masyarakat Sipil Penjaga Konstitusi

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *