Siaran Pers MENYIKAPI SITUASI KEAMANAN MENJELANG PILPRES DI PAPUA

MENYIKAPI SITUASI KEAMANAN MENJELANG PILPRES DI PAPUA

tentang

Siaran Pers Bersama MENYIKAPI SITUASI KEAMANAN MENJELANG PILPRES DI PAPUA Dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan terakhir ini ekskalasi kekerasan di Papua meningkat. Indikasi ini merujuk pada beberapa kasus yang telah terjadi, kasus itu diantaranya:

 

Siaran Pers Bersama

 

MENYIKAPI SITUASI KEAMANAN MENJELANG PILPRES DI PAPUA

 

Dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan terakhir ini ekskalasi kekerasan di Papua meningkat. Indikasi ini merujuk pada beberapa kasus yang telah terjadi, kasus itu diantaranya:

Pasca penyerangan dan penembakan di Kampung Lambuk, Distrik Tinggi Nambut Kabupaten Puncak Jaya (15/4), Brimob Kelapa II dan Satuan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri terus melakukan pengejaran terhadap orang-orang yang diduga sebagai pelaku.

 

Pengembangan penyelidikan polisi terhadap kasus penyerangan Mapolsek Abepura (9/4) telah terjadi penangkapan tujuh orang pada tanggal 18 April 2009 di kompleks perumahan Purwodadi, BTN Sentani (lokasi penangkapan ini merupakan rumah kontrakan dari Buchtar Tabuni, terdakwa kasus Makar yang saat ini disidangkan di PN Jayapura). Satu diantara tujuh orang yang ditangkap adalah Jhon Hisage ditetapkan sebagai tersangka penyerangan Mapolsek. Saat ini Polda Papua telah menetapkan 5 orang tersangka penyerangan Mapolsek Abepura.

 

Pada 22 April 2009, seorang tersangka penyerangan Mapolsek Abepura, Erik Logo (23) dilaporkan meninggal dunia setelah mendpatkan perawatan di RSUD Jayapura akibat luka tembakan aparat kepolisian.

 

Situasi keamanan di Papua sengaja diciptakan dalam situasi tidak aman, saat ini warga di Papua diresahkan dengan beredarnya isu-isu pembunuhan, kondisi ini telah menyebabkan ketakutan bagi warga sehingga aktifitas keseharian di pusat-pusat perekonomian warga menurun.

 

1 (satu) SSK Brimob dari Polda Sulawesi Tenggara yang sebelumnya di BKO-kan ke Polda Papua sudah ditarik menyusul kedatangan 80 personil Brimob dari Mako Kelapa Dua, Depok. Untuk memaksimalkan penyelidikan beberapa kasus pembunuhan seperti yang terjadi di Wamena, Densus 88 Mabes Polri telah diterjunkan di lokasi peristiwa. Pengembangan penyelidikan sementara Densus 88 ditemukan indikasi kuat bahwa pembunuhan tiga pengendara ojek di Wamena (8/4) tidak dilakukann oleh kelompok TPN/OPM, sekalipun Koteka Lani menyatakan bahwa pihak OPM yang beratnggungjawab atas pembunuhan itu atas perntah dari Goliat tabuni (Panglima OPM Pegunungan Tengah).

 

Kini status keamanan di Papua dinyatakan tertib sipil. Polisi terus melakukan penyisiran dan penangkapan terhadap pihak-pihak yang dicurigai terlibat di berbagai aksi kekerasan. Fokus penangkapan diarahkan kepada mahasiswa dari daerah pegunungan.

 

Penyisiran dan penangkapan mahasiswa pegunungan di Papua juga berpengaruh pada keamanan diri mahasiswa Papua yang ada di Jakarta. Beberapa orang mahasiswa Papua di Jakarta merasakan intimidasi, setiap ada insiden di Papua, asrama mahasiswa selalu didatangi intel dan menanyakan aktifitas mereka.

Selain penangkapan terhadap kelompok muda – mahasiswa, tuduhan balik rangkaian peristiwa juga diarahkan kepada mahasiswa. Di Jakarta mahasiswa Papua mengalami kesulitan untuk mengkonsolidasikan respon atau situasi keamanan Papua yang memburuk. Karena merasa dipantau aktifitasnya oleh Polisi juga beberapa mahasiswa Papua di Jakarta, Jawa, Bali dan Makassar terkonsentrasi di Jayapura sejak awal Maret dan awal April 2009.

 

Pada tanggal 20 April 2009, sejumlah kalangan sipil. LSM, Lawyer dan Komnas HAM Papua diundang oleh Pangdam XVII Cenderawasih, Mayjen A.Y Nasution dalam acara (yang disebut oleh Pangdam) sebagai Silaturahmi. Pertemuan itu berlangsung di Vila Pangdam, Dok V atas-Jayapura. Pertemuan itu sendiri tiak menghasilkan satu kesepakatan, namun perwakilan dari kalangan sipil menanyakan beberapa hal terkait dengan situasi keamanan dan posisi TNI. Untuk beberapa hal dijelaskan oleh Pangdam, diantaranya:

 

Penembakan di perbatasan, 22 Juni 2009 di Distrik Arso Timur. Eristiwa penembakan terhadap seorang warga sipil asal kampong KIbay bernama Isak Psakor berumur 16 Tahun oleh pihak bersenjata yang disinyalir adalah Oknum TNI dari Batalyon Infanteri 725 Pos Sungai Bewan yang sedang melakukan patroli saat itu bersama anjing-anjing pelacak di sekitar titik “500 meter” jalan setapak Kampung Kibay (NKRI) – Kampung Skotio (PNG).

 

Polisi tembak Warga Sipil di Nabire, Melkianus Agapa (36) Ditembak saat Menderita Malaria (Jumat, 26 Juni 2009, 17:35 WIB). Melki tewas tertembak pistol anggota kepolisian Nabire Kamis, 25 Juni 2009. Pasca insiden tersebut, Nabire sontak mencekam. Warga yang marah membawa jasad Melkianus ke Markas Kepolisian Nabire dan meletakkannya di tengah lapangan.

 

Penembakan terhadap 4 warga sipil di Enratoli (30 Juni 2009; Jam: 10:30), yang menyebabkan 1 (satu) orang meninggal 3 (tiga) orang terluka, peristiwa penembakan tersebut dilakukan oleh oknum Brimob Polda Papua.

 

 

Atas berbagai insiden yang terjadi dan mengancam demokrasi dan hak asasi manusia di Papua, maka penting kami tegaskan:

Hendaknya semua pihak tidak terprovokasi atas isu-isu yang tidak bertanggungjawab atau menyesatkan yang mengarah kepada situasi konflik menjelang, pada saat dan pasca pilpres.

Dalam penanganan berbagai kasus hendaknya aparat penegak hukum menggunakan pendekatan persuasif dengan mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal dalam kerangka untuk mewujudkan Papua hidup damai tanpa kekerasan.

Semua peristiwa tersebut di atas pihak keamanan harus mengungkapkan apa motif dan pelaku-pelaku dari peristiwa tersebut.

 

Demikian hal ini kami sampaikan untuk menjadi perhatian.

 

Jakarta, 2 Juli 2009

 

Foker LSM Papua, KontraS, YLBHI, Federasi KontraS, ELSAM, ALDP, Muridan (Pemerhati Masyarakat Papua) dan Pokja Papua.

 

 

Download File : 20090702_SiaranPers_Situasi Papua

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *