Tolak Skandal Pengangkatan PJ Gubernur Aceh

DSC05855

Press Release – Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Skandal Pengangkatan PJ Gubernur Aceh

“Presiden RI dan Mendagri Telah Melakukan Perbuatan Melawan Hukum”

 

Pada Rabu (22/2), sidang kasus pengangkatan PJ Gubernur Provinsi Aceh kembali digelar di PTUN Jakarta dengan agenda pemeriksaan Ahli. Koalisi masyarakat sipil mengajukan Bivitri Susanti sebagai Ahli.

Dalam keterangannya, Bivitri menyampaikan bahwa secara garis besar negara hukum mengatur 2 hal, yaitu: pembatasan kekuasaan dan Hak Asasi Manusia. Pembatasan kekuasaan diatur dalam asas – asas umum pemerintahan yang baik dan diturunkan dalam bentuk norma peraturan perundang – undangan. Dalam konteks kasus ini, benar bahwa Presiden memiliki kewenangan mengangkat Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya dari kalangan TNI non-aktif dan mengangkat Penjabat Gubernur, akan tetapi pelaksanaan kewenangan tersebut perlu diatur melalui peraturan pelaksana untuk menghindari tindakan sewenang – wenang.

Sehubungan dengan prosedur pelaksanaan pengangkatan JPT Madya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, yang dilakukan secara terbuka dan kompetitif. Tahapan yang harus dilalui dalam proses pengisian JPT meliputi: perencanaan; pengumuman lowongan; pelamaran; seleksi; pengumuman hasil seleksi; penetapan dan pengangkatan. Jika prosedur ini tidak dilaksanakan, maka bisa dipastikan Presiden RI dan Mendagri telah melakukan perbuatan melawan hukum karena perbuatannya yang cacat prosedur dan melanggar asas – asas umum pemerintahan yang baik.

Saat ini, paradigma administrasi pemerintahan telah bergeser dari good government kepada democratic governance. Dimana aturan prosedur tidak sekedar dipandang sebagai ceklist namun sebagai prasyarat pemenuhan prinsip negara hukum dalam bentuk asas keterbukaan dan akuntabilitas.

Di sisi lain, dalam teori kekuasaan dan lembaga – lembaga negara, pemerintahan di TNI memiliki karekter yang jauh berbeda dengan pemerintahan sipil. TNI berkarakter komando sedangkan di sipil menganut karakter demokrasi. Sehingga pejabat – pejabat dari TNI yang ingin menjabat pada pemerintahan sipil perlu melewati prosedur hukum yang tersedia untuk menjamin kompetensi dan kapabiltas pejabat dalam memimpin pemerintahan sipil.

Pada sidang sebelumnya, berdasarkan bukti – bukti surat yang diajukan menunjukkan bahwa proses pengangkatan Mayjen (Purn) Ahmad Marzuki sebagai JPT Madya di Kemendagri tidak melalui prosedur sebagaimana diatur dalam PP 17/2022. Sejak pengusulan hingga pengangkatan Ahmad Marzuki dilakukan hanya dalam waktu 1 hari yaitu tanggal 1 Juli 2022. Sehingga hal ini menguatkan kesimpulan Koalisi bahwa pengangkatan Ahmad Marzuki dalam JPT Madya sebagai staf ahli di Kementerian Dalam Negeri dan pengangkatan sebagai Penjabat Gubernur Aceh telah melanggar peraturan perundang – undangan dan asas – asas umum pemerintahan yang baik.

 

Jakarta, 22 Februari 2023

Hormat kami,

Pengurus YLBHI
LBH Banda Aceh
KontraS
PBHI
Imparsial

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *