10 (sepuluh) organisasi masyarakat sipil mendesak pemerintah Indonesia untuk menghentikan penggusuran paksa melalui penggunaan kekuatan yang berlebihan dan kekerasan yang tidak perlu terhadap warga masyarakat yang tinggal di RW 11 Kelurahan Taman Sari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung.
Indikasi adanya penggusuran paksa tampak pada proses yang tidak sesuai dengan kewajiban Indonesia di bawah Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang telah diratifikasi pemerintah melalui UU No. 11/2005. Secara khusus, Komentar Umum Nomor 7 Tahun 1997 tentang Penggusuran Paksa dan Prinsip-prinsip Dasar dan Pedoman PBB tentang Penggusuran dan Pemindahan Berbasis Pembangunan mewajibkan pada setiap pemerintah, dalam hal ini, Pemkot Bandung untuk melakukan musyawarah yang melibatkan seluruh warga terdampak dan memberikan pemberitahuan yang layak.
Sayangnya, prinsip-prinsip ini diabaikan. Pemkot Bandung memberitahukannya dengan cara yang tidak layak, yakni menerbitkan surat pemberitahuan pada 9 Desember namun baru disampaikan kepada masyarakat pada sehari sebelum eksekusi, yaitu 11 Desember 2019, itu pun dilakukan ketika sudah memasuki waktu petang. Isi surat mencantumkan perintah pada warga untuk membongkar bangunan–yang sebenarnya dimilikinya secara mandiri—bahkan tanpa ada keterangan batas waktu yang diberikan bagi warga maupun keterangan bahwa aparat akan melakukan penggusuran keesokan harinya.
Kami juga menyesalkan tindakan Pemerintah Kota Bandung untuk menggusur paksa warga Tamansari hanya selang dua hari setelah Peringatan Hari HAM Internasional. Di hari itu, 12 Desember, Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandung bersama Kepolisian Resor Kota Besar Bandung dikerahkan untuk melaksanakan penggusuran paksa dengan penggunaan kekuatan yang berlebihan, termasuk penembakan gas air mata, bahkan disertai kekerasan maupun perlakuan lain yang kejam dan merendahkan martabat manusia.
Akibatnya, banyak warga terluka. Penggusuran paksa ini juga mengakibatkan 33 Kepala Keluarga kehilangan tempat tinggal. Di antara korban terdapat anak-anak dan lanjut usia. Saat ini warga terpaksa “mengungsi” dengan kondisi yang serba terbatas di Masjid Al-Islam, satu-satu bangunan yang tersisa di wilayah RW 11 Tamansari. Ini tidak layak terjadi di sebuah kota yang menyandang predikat “Kota Peduli HAM”.
Penggusuran paksa dilakukan oleh Pemkot Bandung dengan klaim memiliki hak atas tanah tersebut dan berencana membangun proyek rumah deret. Namun, klaim kepemilikan lahan itu hanyalah klaim sepihak dan tidak berdasar secara hukum sebab Pemkot Bandung tidak dapat menunjukkan bukti-bukti kepemilikannya secara memadai.
Kami menolak klaim Pemkot Bandung yang menyatakan jika penggusuran tersebut tindakan yang legal dengan alasan bahwa gugatan warga telah dinyatakan kalah oleh Mahkamah Agung (MA). Pemkot menganggap bahwa kalahnya gugatan warga atas Surat Keputusan Wali Kota Bandung tentang Penetapan Kompensasi Bangunan, Mekanisme Relokasi, dan Pelaksanaan Pembangunan Rumah Deret Taman Sari tahun anggaran 2017 secara otomatis menjadikan wilayah RW 11 sebagai aset sah milik pemerintah kota, bahkan sah jika segera dilakukan penggusuran.
Padahal, menurut kami, keputusan Mahkamah Agung yang menolak gugatan itu tidak sama sekali berhubungan dengan keabsahan aset tanah sebagai milik pemerintah. Warga masih menanti putusan atas gugatan terkait penerbitan izin lingkungan untuk proyek Rumah Deret Taman Sari dari Pengadilan Tata Usaha Negara Kota Bandung. Juga ditemukan fakta bahwa tanah tersebut berstatus tanah negara bebas, berdasarkan pernyataan Badan Pertanahan Negara Kota Bandung yang menolak pengajuan sertifikat dari pihak pemerintah dan warga.
Bahkan seandainya putusan pengadilan mengizinkan penggusuran, eksekusi atas putusan itu pun harus memenuhi prinsip-prinsip PBB di atas, dari mulai pemberitahuan secara layak hingga didahulu pemenuhan alternatif tempat tinggal, termasuk tidak boleh menggunakan paksaan dan kekerasan. Kalau itu diabaikan, kami berpendapat, maka penggusuran paksa yang terjadi di Taman Sari merupakan pelanggaran hak warga negara, bertentangan dengan ketentuan HAM internasional dan bahkan mengandung unsur pelanggaran serius terhadap serangkaian rumpun HAM, khususnya hak atas perumahan yang layak.
Lebih lanjut, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat adalah persitiwa tindak pidana sehingga demi hukum aparat kepolisian harus segera melakukan penyidikan agar pelaku-pelaku tindakan kekerasan dapat diadili dan mempertanggungjawabkannya secara pidana.
Berdasarkan uraian dan penjelasan kami di atas, kami menuntut:
- Walikota Bandung untuk segera menghentikan penggusuran paksa terhadap para warga RW 11 Tamansari Bandung;
- Kapolda Jawa Barat harus segera melakukan tindakan penyelidikan/penyidikan terhadap anggota satpol PP Kota Bandung dan anggota Kepolisian Kapolrestabes Bandung yang menggunakan kekuatan yang berlebihan dan melakukan tindakan kekerasan yang tidak perlu, termasuk juga pemeriksaan kepada Kepala Satpol PP Kota Bandung dan Kapolrestabes Bandung bilamana diketahui ada perintah atau arahan anggotanya untuk melakukan tindakan kekerasan/penganiayaan;
- Menteri Hukum dan HAM mencabut penghargaan yang diberikan kepada kota Bandung sebagai Kota Peduli HAM karena terjadinya peristiwa penggusuruan paksa dan brutalitas aparat.
Organisasi yang bersolidaritas:
1. YLBHI
2. KontraS
3. Amnesty International Indonesia
4. HRWG
5. JATAM
6. LBH Jakarta
7. Sindikasi
8. Lokataru Foundation
9. ICJR
10. LBH Masyarakat
Narahubung:
1. YLBHI- Arip Yogiawan (081214194445)
2. KontraS-Andi Muhammad Rezaldy (087785553228)
3. Amnesty International Indonesia-Usman Hamid (0811812149)