Parlemen Jepang Minta Proyek PLTU Batang Dibatalkan

Warga Batang, Jawa Tengah, yang menolak pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) mendapat dukungan anggota parlemen Jepang, Mizuho Fukushima.

Mizuho mantap menolak kehadiran PLTU di Batang setelah menerima kehadiran dua perwakilan warga Batang, Roidi dari Desa Kranggeneng dan Taryun dari Desa Ponowareng, di Tokyo, Jepang, pekan lalu. Keduanya meminta Mizuho mendukung pembatalan megaproyek PLTU di Batang yang didanai Jepang.

Sikap Mizuho yang berpihak pada warga Batang disampaikan Greenpeace dalam pernyataan pers. “Kami sangat menghormati langkah yang dilakukan Mizuho. Ini sebagai bentuk kami sangat mendapat dukungan dari parlemen di Jepang,” kata Arif Fiyanto, perwakilan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), saat dihubungi, Sabtu, 13 September 2014. Mizuho, Arif mengatakan, berjanji segera meneruskan isu ini langsung ke pemerintah Jepang.(Baca:Warga Temui Pemodal Desak Batalkan PLTU Batang)

Mizuho merupakan mantan Menteri Negara Urusan Konsumen dan Keamanan Jepang. Ia mendesak pemodal PLTU Batang, Japan Bank for International Cooperation (JBIC), Kementerian Keuangan, dan Kementerian Ekonomi Jepang untuk membatalkan megaproyek yang dianggap memberikan dampak buruk bagi iklim di Indonesia itu.

Mizuho juga beranggapan PLTU yang pengoperasiannya memakai batu bara akan menyisakan limbah yang sangat buruk pengaruhnya bagi lingkungan sekitar Batang. Karena itu, dia mendesak pemerintah Jepang dan juga beberapa lembaga pemodal lain untuk menghentikan proyek itu.(Baca:Ancaman Lingkungan dari PLTU Batubara Batang)

 

Mizuho bukanlah anggota parlemen pertama yang menyayangkan keterlibatan Jepang dalam pembangunan PLTU di Batang. Sebelumnya, Naoto Sakaguchi, Direktur Jenderal Departemen Internasional Partai Restorasi, juga mengaku terkejut atas apa yang terjadi di Batang.

Menanggapi hal ini, Hirofumi Oishi, Director Press and External Affairs Division JBIC; dan Kazunori Ogawa, Deputy Director Power and Water Finance Department JBIC, menyatakan akan mempertimbangan suara masyarakat, pemerintah Indonesia, dan perusahaan, sebelum memutuskan apakah meneruskan atau membatalkan rencana pendanaan bakal PLTU terbesar di Asia Tenggara itu.(Baca:Gugatan Proyek PLTU Ditolak, Warga Batang Banding )

Hozue Hatae selaku Juru Kampanye Pembangunan dan Iklim Kawan-kawan Bumi Jepang yang menemani delegasi Batang mengatakan pemerintahnya dan JBIC harus mendengarkan suara petani dan nelayan yang akan terkena dampak langsung pembangunan PLTU Batang. “Jangan sekadar mendengar dari sisi perusahaan saja,” ujar Hozue.

Sumber : tempo.co

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *