Memperkuat Budaya Pro Bono: Persatuan Dalam Keragaman

IMG_20170930_173624(1)

YLBHI, Selangor, 30 September 2017

Sejak 29 September 2017 kemarin, YLBHI menghadiri Konferensi Pro Bono Asia, yang diselenggarakan pada 29 September – 2 Oktober 2017, di Westlane Place, Petaling Jaya, Selangor, Malaysia. Konferensi tersebut diadakan oleh BABSEACLE yang berkolaborasi dengan berbagai Firma Hukum internasional, perguruan tinggi, dan Perhimpunan Advokat di Malaysia.

Konferensi Pro Bono kali ini merupakan konferensi ke-6, dimana sebelumnya telah diselenggarakan konferensi serupa di Laos, Singapura, Thailand, Myanmar, dan Bali-Indonesia. Seperti tahun-tahun sebelumnya, konferensi Pro Bono selalu diikuti oleh ratusan peserta, dan Konferensi Pro Bono kali ini dihadiri oleh sekitar 400 orang peserta yang berasal dari berbagai Negara, tidak terbatas pada negara-negara di Asia, akan tetapi juga berasal dari Australia, negara-negara Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat.

Ketua penyelenggara Konferensi, Bruce Lasky, dalam pidato pembukaannya menjelaskan perbedaan antara bantuan hukum dan pro bono, dimana dalam bantuan hukum para pengacara pada umumnya memperoleh bayaran, baik berupa gaji atau kompensasi lainnya dari pemerintah atau organisasi profesi, sementara dalam pro bono para pengacara pada prinsipnya tidak memperoleh bayaran dalam bentuk apapun. Dia mengajak para peserta, baik Pengacara Privat, Firma Hukum, Perguruan Tinggi, Mahasiswa, dan LSM, untuk bekerjasama membangun budaya Pro Bono di kalangan para pemberi layanan hukum untuk mencapai akses keadilan bagi semua orang.

Perwakilan YLBHI, Febi Yonesta, dalam salah satu sesi menyampaikan “Tantangan terbesar kolaborasi antara Pengacara privat atau Firma Hukum dengan LSM dalam memperjuangkan keadilan bagi komunitas marjinal adalah soal kepercayaan. Oleh karena itu penting untuk terlebih dahulu membangun kapasitas pengacara privat atau Firma Hukum yang ingin terlibat dalam pelayanan hukum secara Pro bono dengan pengetahuan dasar tentang hak asasi manusia untuk menumbuhkan kepekaan terhadap perosalan yang dihadapi oleh komunitas marjinal”.

Konferensi ini juga dihadiri oleh peserta-peserta asal Indonesia. Ada sekitar 18 orang asal Indonesia yang berasal dari berbagai organisasi, antara lain: PERADI, Pusat Bantuan Hukum, Organisasi Bantuan Hukum, PBHI, LBH Masyarakat, dan perwakilan Kementerian Hukum dan HAM. Misi para peserta Indonesia tersebut adalah untuk mempelajari pengalaman negara-negara lain dalam mengembangkan program pro bononya. Salah satu peserta asal Indonesia yang juga merupakan Ketua Bidang Bantuan Hukum dan Pro Bono DPN Peradi, Saor Siagian, berbagi pengalamannya melakukan kerja-kerja pro bono dalam membela Kelompok Minoritas Keagamaan yang memperjuangkan hak beribadahnya di Indonesia. “Peran pengacara secara pro bono sangat dibutuhkan oleh kelompok masyarakat yang rentan terlanggar haknya”, ungkapnya. (FY)

 

 

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *