GEGAP GEMPITA G20: Pembungkaman ruang demokrasi, solusi palsu, dan pengkhianatan konstitusi

WhatsApp Image 2022-11-16 at 17.17.07

English version below

GEGAP GEMPITA G20: Pembungkaman ruang demokrasi, solusi palsu, dan pengkhianatan konstitusi

Jakarta, 16 November 2022 – Saat ini, Indonesia tengah menjadi tuan rumah dari KTT G20 di Bali. Di Bali, para elit negara itu sedang merencanakan masa depan dunia. Namun, perhelatan berjudul “Recover Together, Recover Stronger” hanya untuk memperkuat transaksi untuk memperkaya oligarki dari negara penyumbang 3⁄4 emisi global.

Alih-alih melibatkan masyarakat dalam pembicaraan nasib masa depan manusia dan lingkungan tersebut, pemerintah justru membungkam partisipasi publik demi mengamankan citra pemerintah di mata internasional. Segala aktivitas masyarakat sipil yang diselenggarakan di Bali mendapatkan intimidasi dan pembubaran dari aparat negara, termasuk masyarakat yang menjadi korban langsung dari kerusakan lingkungan. Bagi masyarakat sipil, situasi di Bali menjadi mencekam karena jumlah personel keamanan yang berlebihan. Sementara itu, para pemimpin negara justru membahas berbagai “solusi palsu” pencegahan krisis iklim.

“Kami sendiri mencoba bertanya kepada masyarakat selama di Bali dalam diskusi bersama mahasiswa di Universitas Udayana. Kami membahas soal energi bersih dan demokrasi, ternyata ruang hidup rakyat semakin sempit. Pemerintah selalu menyebut bahwa pembangunan yang dilakukan untuk menyejahterakan rakyat, nyatanya justru banyak warga dimiskinkan dan dimarginalkan dari Proyek Strategis Nasional (PSN). Berbagai perampasan lahan terjadi, disertai dengan kriminalisasi dan pembungkaman. Alam dirusak oleh sumber energi yang tidak bersih,” ujar Pratiwi Febri dari Yayasan LBH Indonesia.

Siaran pers selengkapnya dapat anda unduh disini (Siaran pers dalam bahasa indonesia dan bahasa inggris)

 

A G20 FRENZY: Silencing democratic space, false solutions, and constitutional betrayal

Jakarta, 16 November 2022 – Currently, Indonesia is hosting the G20 Summit in Bali. On this island, the country’s elites are planning for the future of the world. However, the event titled as “Recover Together, Recover Stronger” is only to strengthen transactions to enrich oligarchs from countries contributing 3/4 of global emissions.

Instead of involving the public in the conversation about the future of people and the environment, the government silenced public participation in order to secure the government’s image in the eyes of the international community. All civil society activities held in Bali were intimidated and dispersed by state officials, including people who were direct victims of environmental damage. For civil society, the situation in Bali has become tense due to the excessive number of security personnel. Meanwhile, state leaders are discussing “false solutions” to prevent the climate crisis.

“While we were in Bali, we ourselves tried to ask the community in a discussion with students at Udayana University. We discussed clean energy and democracy. It turns out that the living space of people is getting narrower. The government has always said that development is carried out for the welfare of the people, while in fact, many communities are impoverished and marginalized by the National Strategic Project (PSN). Various land grabbing occurred, accompanied by criminalization and silencing. Nature is damaged by dirty energy sources,” said Pratiwi Febri from the LBH Indonesia.

Complete pers release can be found here

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *