Penghancuran Pulau Kecil Wawonii Beserta Masyarakatnya Melalui Usaha Ekstraktif Pertambangan Nikel

WhatsApp Image 2023-06-04 at 16.05.16
Siaran Pers Bersama “Penghancuran Pulau Kecil Wawonii Beserta Masyarakatnya Melalui Usaha Ekstraktif Pertambangan Nikel”

4 Juni 2023

(YLBHI, JATAM Nasional, KIARA, Trend Asia, LBH Makassar)

 

PT. GKP Merusak Sumber Air Kehidupan 2.214 Jiwa Penduduk Pulau Kecil Wawonii
Pulau Wawonii,4 Juni 2023 – Warga Pulau Kecil Wawoni’i mulai tuai hasil tambang Nikel PT. Gema Kreasi Perdana (GKP). Sejak Mei 2023 sumber air berubah berwarna keruh kecoklatan bercampur lumpur, mengalir ke rumah-rumah warga di lima Desa, yakni Dompu-Dompu dengan jumlah penduduk 441 jiwa, Sukarela Jaya 550 jiwa, Roko-roko 582 jiwa, Bahaba 160 jiwa dan Teporoko 481 jiwa. Jadi total jumlah penduduk korban daya rusak PT. GKP berjumlah 2.214 jiwa.
Hal tersebut di atas, kuat dugaan akibat kegiatan pertambangan Nikel, PT. GKP anak Perusahaan Harita Group itu. Daya rusak yang ditimbulkan tidak hanya mencemari sumber air warga, melainkan air bercampur lumpur mengalir hingga ke Sungai, Pesisir hingga Laut tanpa batas tersebut turut berubah warna kemerahan, mengakibatkan berbagai jenis ikan dan udang serta cumi-cumi yang biasanya dengan mudah di dapatkan kini hilang. Tak hanya sampai di situ, berdasarkan keterangan warga, Accho menyatakan sumber air bersih yang dimanfaatkan untuk kebutuhan air minum, masak dan mencuci dulunya berjumlah empat titik, kini hanya tersisa satu titik.
Sejak tahun 2019, upaya perampasan ruang hidup dan penyingkiran oleh PT. GKP gencar dilakukan dengan menyerobot dan merusak perkebunan masyarakat asli pulau wawonii. Catatan buruk perusahaan terus dimuat dan diwartakan diberbagai media arus utama. Penolakan dan pengusiran dilakukan warga sebagai upaya mempertahankan hidup.

Kejahatan Dibiarkan, Agenda Menumpuk Kekayaan Terus Berlangsung, Warga Yang Protes Ditangkap dan Dipenjarakan
Sialnya, warga yang menolak menjual tanah untuk ditambang justru mengalami intimidasi dan tindak kekerasan oleh aparatus kekerasan dari Oknum TNI/Polri, Tercatat lebih dari 30 (tiga puluh) orang warga pulau kecil wawonii mengalami kekerasan menggunakan hukum atau kriminalisasi karena memilih mempertahankan kebunnya. 6 (enam) diantaranya ditangkap dan dipenjarakan. Padahal, merujuk pada Pasal 28 A UUD NRI Tahun 1945 tegas mengatakan “bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Sehingga, perlindungan harusnya diperoleh warga yang berhak menolak atas upaya okupasi tanah oleh perusahaan.
Berdasarkan catatan pemantauan warga, PT. GKP diperkirakan telah lebih dari 100 (seratus) kali melakukan pengapalan ore nikel untuk diolah di Pulau Obi milik Harita Group. Harita Group sesungguhnya bergerak di sektor sumber daya alam, mulai dari bisnis pertambangan nikel penambangan hingga olah pemurnian, bauksit, batubara, perkebunan sawit, perkapalan serta perkayuan. Konglomerasi tersebut dimiliki dan dikelola oleh keluarga Lim Hariyanto Wijaya Sarwono.
Versi Forbes tahun 2022, pemiliknya masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia, yakni menempati posisi ke-36, dengan harta kekayaan mencapai US$1,1 miliar atau setara dengan Rp17,1 triliun. Ternyata tumpukan kekayaan itu diperoleh dari berbagai dugaan kejahatan korporasi baik terhadap kemanusiaan maupun lingkungan hidup. Modus operandi Harita Group seperti yang terjadi di Pulau Wawonii, menggambarkan borok Korporat ini.

Kemenangan Warga di Pengadilan TUN dan MA RI, Akrobat Hukum PT. GKP, Anak Perusahaan Harita Group
Pada sisi yang lain, sangat tidak mudah bagi warga Pulau Wawoni’i memperjuangkan ruang hidupnya sesuai janji Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat”…; Mereka tidak memilih jalur perang fisik, tetapi melalui perang argumen hukum di Pengadilan dengan menggugat izin usaha pertambangan operasi produksi pada tahun 2019 lalu yang kemudian dimenangkan warga sesuai putusan PTUN Kendari No. 67/G/LH/2022/PTUN.KD pada Februari 2023, meski selanjutnya warga harus menerima kekalahan pada tingkat banding di PTTUN Makassar. Tentu upaya kasasi ke MA RI akan ditempuh oleh warga, putusan PTTUN Makassar hanyalah kemenangan yang tertunda.
Sebelumnya, pada Desember 2022, Mahkamah Agung melalui Putusan No. 57/P/HUM/2022, memenangkan gugatan warga Wawoni’i atas gugatan Perda RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan yang tidak mengalokasikan ruang untuk pertambangan di Pulau Wawoni’i. Namun, sikap agresif dan pembangkangan terhadap Putusan MA diperlihatkan PT.GKP dengan terus menyerobot dan merusak lahan warga Desa.
Hal yang menarik dalam pertimbangan kedua putusan di atas adalah secara filosofis Kabupaten Konawe Kepulauan merupakan pulau kecil termasuk wilayah yang rentan dan sangat terbatas sehingga membutuhkan perlindungan khusus. Segala kegiatan yang tidak ditujukan untuk menunjang kehidupan ekosistem di atasnya. Namun pertambangan dikategorikan sebagai abnormally dangerous activity yang dalam teori hukum lingkungan harus dilarang untuk dilakukan, karena akan mengancam kehidupan seluruh makhluk hidup di atasnya, baik flora, fauna, maupun manusianya.
Secara sosiologis, pertambangan jelas bertentangan dengan aspek sosiologis karena jelas masyarakat asli pulau wawonii yang sejak lama berprofesi sebagai petani/kebun dan nelayan. Serta secara Yuridis larangan bagi penambangan di Pulau Kecil termuat dalam UU PWP3K pada Pasal 35 huruf k, melarang penambangan mineral yang berpotensi menimbulkan konflik sosial dan kerusakan lingkungan hidup yakni terhadap lingkungan fisik (physical environment), lingkungan biologis (biological environment), serta lingkungan sosial (social environment).
Setelah kalah dua kali oleh warga, sebuah akrobat hukum Menggugat Pasal 35 huruf K UU PWP3K di Mahkamah Konstitusi RI dilakukan oleh PT. Gema Kreasi Perdana anak perusahaan Harita Group. Saat ini sedang dalam tahapan perbaikan gugatan.

Kejahatan Korporasi – Negara, Pemiskinan TSF di Pulau Kecil Wawonii
Apabila Pelaku bisnis dan Pemerintah pusat – Daerah dan DPRD Kabupaten Konawe Kepulauan memaksakan tambang, maka dipastikan akan memproduksi kemiskinan yang terstruktur sistematis dan masif kerena di mana-mana tambang menciptakan kemiskinan, akan lebih parah dan dalam daya rusaknya apabila tambang di pulau kecil karena memiliki kekhususan sebagaimana diuraikan di atas. Kehadiran tambang merampas dan merusak sumber air warga, wilayah pertanian tanaman keras-tahunan (cengkeh, jambu mete, kelapa dll) di daratan pulau, mencemari dan merusak wilayah tangkap nelayan, hasil tangkapan menurun dengan jarak tempuh yang lebih jauh. Bahkan turut merampas jatah Bahan Bakar Minyak (BBM) yang merupakan kebutuhan utama nelayan untuk dapat melaut. Bukankah dalam Konstitusi UUD 1945 pada Pasal 34 ayat (1) telah jelas menyatakan bahwa Fakir miskin dan anak-¬anak terlantar dipelihara oleh negara. Bukan diciptakan atau diproduksi oleh Negara.
Karl Popper dengan teori falsifikasi menyatakan, menguatnya kebenaran bukan karena sifat dari kebenaran itu sendiri. Tapi karena eliminasi-eliminasi terhadap kesalahan. Pernyataan pemerintah sifatnya sangat spekulatif dan beresiko yang jadi dasar pembenar tambang di Pulau Kecil Wawoni’i membuktikan banyaknya kesalahan yang sengaja diabaikan. Hal ini sudah menghina akal sehat kita, tegasnya kami akan menentang kebijakan ini dengan menggunakan perspektif korban.
Sudah seharusnya Presiden Jokowi melakukan moratorium izin baru dan cabut seluruh izin tambang di seluruh Pulau Kecil sebagai solusi menyelamatkan kesatuan sosial-ekologi kepulauan Indonesia.
Apabila, benar perubahan iklim, bencana industri, naiknya muka air laut datang pada kita maka pulau kecil berada pada urutan pertama yang akan tenggelam dan musnah bersama seluruh kehidupan di dalamnya adalah pulau kecil. Jika Pulau kecil masih saja diberikan izin tambang maka percepatan menuju musnah akan meningkat ratusan kali lipat dari kondisi normal. Maka tidak ada jalan lain cabut seluruh perizinan tambang dan batalkan legitimasi hukum pertambangan di pulau kecil, serta pulihkan derita.

Tuntutan:

  1. Hentikan kegiatan tambang di Pulau Wawoni’i;
  2. Usut dugaan pidana lingkungan hidup yang dilakukan PT. Gema Kreasi Perdana;
  3. Mendesak negara bertanggung jawab untuk melindungi pulau kecil Wawoni’i beserta masyarakatnya;
  4. Mendesak Pemda Konkep dan DPRD Konkep untuk segera mencabut alokasi ruang tambang di Pulau Wawoni’i dalam Perda RTRW berdasarkan Putusan MA No: 57/P/HUM/2022.
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *